top of page
Gambar penulisRedaksi Media Gempa

Potensi Diskualifikasi Calon Kepala Daerah oleh MK Jika Ada Intervensi , Kecurangan dan Politik Uang dalam Pilkada.


JAKARTA - Ketua DPP LSM GEMPA Indonesia menyampaika peringatan keras terkait potensi diskualifikasi calon kepala daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia. Hal ini, menurutnya, dapat terjadi apabila terdapat intervensi dari penyelenggara pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah, dan aparat penegak hukum yang memengaruhi masyarakat untuk memilih salah satu pasangan calon.


Amiruddin SH Karaeng Tinggi menjelaskan "Jika terbukti ada intervensi dalam bentuk apapun dari pihak-pihak tersebut, termasuk penggalangan suara melalui cara-cara curang, maka hasil Pilkada yang diperoleh oleh pasangan calon tersebut sangat mungkin dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Ketua DPP LSM GEMPA Indonesia dalam keterangannya.


Ia menegaskan bahwa segala bentuk kecurangan, seperti politik uang (money politics) atau keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), penyelenggara pemilu (KPU), dan pengawas pemilu (Bawaslu) untuk memenangkan pasangan calon tertentu, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi yang jujur dan adil.


Regulasi dan Sanksi Terkait Kecurangan Pilkada :


Ketua DPP LSM GEMPA merujuk pada sejumlah aturan yang tegas mengatur sanksi bagi calon kepala daerah yang terbukti melakukan kecurangan:


1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada


Pasal 73 Ayat (1) menyebutkan bahwa pasangan calon dilarang memberikan janji atau uang untuk memengaruhi pemilih.


Ayat (2) menegaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berujung pada diskualifikasi calon kepala daerah.


2. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)


PKPU Nomor 13 Tahun 2020 mengatur tentang larangan politik uang, dengan ancaman pembatalan sebagai peserta Pilkada jika terbukti melakukan pelanggaran.


3. Peraturan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) :


DKPP berwenang memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang tidak netral atau melibatkan diri dalam kecurangan.


Sanksi Berat untuk Pelanggar :


Ketua DPP LSM GEMPA menegaskan bahwa sanksi tidak hanya berupa diskualifikasi, tetapi juga ancaman pidana sesuai Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.


"Politik uang dan kecurangan sistemik adalah musuh demokrasi. Jika ditemukan bukti kuat bahwa calon kepala daerah menang karena kecurangan yang melibatkan pemerintah, aparat penegak hukum, atau penyelenggara pemilu, maka keputusan hasil pemilu dapat dianulir oleh MK," tambahnya.


Ia juga meminta masyarakat, terutama pemilih, untuk berani melaporkan dugaan kecurangan kepada pihak berwenang. Menurutnya, keberanian masyarakat adalah kunci utama dalam menjaga integritas Pilkada dan memastikan pemimpin yang terpilih benar-benar berintegritas dan bertanggung jawab.


"Jangan biarkan demokrasi kita ternoda oleh kecurangan. Pilkada harus menjadi ajang persaingan yang sehat, adil, dan transparan," tutup Ketua DPP LSM GEMPA Indonesia .


Red MGI Bang Enal.

2.549 tampilan
bottom of page