DPP Lsm Gempa Indonesia Soroti Lambannya Penegakan Hukum Kasus Pembunuhan ALI di Cikoro, Tompobulu Gowa.
- Ridwan Umar
- 13 menit yang lalu
- 3 menit membaca

DPP Lsm Gempa Indonesia Soroti Lambannya Penegakan Hukum Kasus Pembunuhan ALI di Cikoro, Tompobulu Gowa.
Gowa — Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, angkat bicara terkait kasus pembunuhan tragis terhadap lelaki Ali di Parang-Parang Tulau, Kelurahan Cikoro, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Hingga 5 hari berlalu sejak kejadian, belum ada satupun pelaku pembunuhan yang ditetapkan sebagai tersangka, sehingga memunculkan dugaan lemahnya penegakan hukum di Polres Gowa.
Menurut Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, peristiwa ini bukan hanya tindak pidana biasa, melainkan masuk dalam kategori dugaan pelanggaran HAM berat, karena korban disiksa, alat vitalnya dipotong, dan diseret keliling kampung hingga meninggal dunia.
Kapolres Gowa Menyebut Ali Melakukan Dua Tindak Pidana — Tapi Tidak Jelas Laporan Siapa
Dalam keterangan persnya, Kapolres Gowa membeberkan bahwa korban Ali sebelumnya diduga terlibat dua tindak pidana:
1. Pencurian laptop
2. Pemerkosaan disertai penganiayaan
Namun penjelasan tersebut tidak menjawab pertanyaan publik:
Apakah kedua kasus itu benar dilaporkan oleh korban ke kepolisian, atau polisi hanya mengetahui sendiri tanpa ada laporan resmi?
Ketua LSM Gempa Indonesia menegaskan bahwa tanpa laporan polisi atau bukti permulaan yang jelas, tidak sepantasnya dugaan tindak pidana dijadikan dalih untuk membiarkan korban disiksa hingga tewas oleh massa.
Apakah Masyarakat Boleh Menangkap, Menganiaya, Memotong Alat Vital, dan Menyeret Korban Hingga Mati?
Jawabannya TIDAK BOLEH.
Rujukan Hukum:
1. Pasal-pasal tindak pidana atas tindakan massa
Pasal 351 KUHP — Penganiayaan
Pasal 338 KUHP — Pembunuhan
Pasal 170 KUHP — Kekerasan secara bersama-sama yang mengakibatkan maut
Pasal 340 KUHP — Pembunuhan berencana (apabila terdapat unsur perencanaan)
Pasal 170 ayat 3 KUHP dapat memidana seluruh pelaku pengeroyokan walaupun tidak semua terlibat langsung dalam pembunuhan.
Menyiksa, memotong alat vital, dan mengarak korban adalah tindakan kriminal berat dan tidak memiliki dasar hukum apapun di Indonesia.
Apakah Polisi Melanggar Jika Membiarkan Penyiksaan Terjadi? YA.
Polisi memiliki kewajiban hukum untuk melindungi nyawa setiap warga, termasuk warga yang dituduh melakukan tindak pidana.
Dasar Hukum:
1. UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Pasal 13 — Tugas pokok polisi: melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
Pasal 14 ayat (1) huruf g — Polisi wajib memberikan perlindungan terhadap orang yang terancam jiwanya.
2. UU HAM No. 39 Tahun 1999
Pasal 9 — Setiap orang berhak atas hidup
Pasal 33 — Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan
3. Perkap No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi HAM di Lingkungan Kepolisian
Polisi dilarang melakukan pembiaran atas:
penyiksaan,
perlakuan kejam,
tindakan tidak manusiawi terhadap siapapun.
Sanksi terhadap Polisi Jika Terjadi Pembiaran
A. Sanksi Etik (Kode Etik Profesi Polri / Perpol No. 7 Tahun 2022)
Polisi dapat dikenakan:
teguran keras,
demosi,
pemberhentian tidak hormat (PTDH)
apabila terbukti tidak menjalankan kewajiban melindungi nyawa seseorang.
B. Sanksi Pidana (KUHP)
Jika terbukti sengaja membiarkan seseorang disiksa hingga meninggal, polisi dapat dijerat:
Pasal 421 KUHP — Penyalahgunaan wewenang yang merugikan pihak lain
Pasal 359 KUHP — Kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa
Pasal 56 KUHP — Membantu kejahatan karena pembiaran.
Ketua LSM Gempa Indonesia Mendesak Polres Gowa Bertindak Tegas
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia menyatakan:
> “Delapan hari berlalu, namun belum ada penetapan tersangka pembunuhan. Ini tragedi kemanusiaan. Polisi wajib mengungkap siapa pelaku penyiksaan, pemotongan alat vital, dan penganiayaan yang menyebabkan Ali meninggal. Tidak boleh ada pembenaran bagi aksi main hakim sendiri.”
LSM Gempa Indonesia mendesak:
1. Kapolda Sulsel mengambil alih kasus bila Polres Gowa dianggap tidak profesional.
2. Penetapan tersangka terhadap pelaku penganiayaan & pembunuhan secara cepat.
3. Audit kinerja aparat yang diduga melakukan pembiaran.
Peristiwa pembunuhan Ali bukan sekadar tindak pidana biasa, tetapi menjadi cermin lemahnya perlindungan hukum di tingkat daerah. Negara tidak boleh kalah oleh aksi main hakim sendiri, dan aparat tidak boleh menutup mata terhadap dugaan pelanggaran HAM berat tutupnya.
(MGI / Redaksi .)






















































