Terkait Tewasnya Ali, Terduga Pelaku Pemerkosaan Anak Disabilitas di Parang-Parang Gowa, Pelaku Harus di Proses Hukum.
- Ridwan Umar
- 45false05 GMT+0000 (Coordinated Universal Time)
- 2 menit membaca

Terkait Tewasnya Ali, Terduga Pelaku Pemerkosaan Anak Disabilitas di Parang-Parang Gowa Pelaku Harus di Proses Hukum.
Gowa, Sulsel -- Indonesia adalah Negara Hukum, di mana setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana wajib diproses sesuai mekanisme hukum, bukan dihakimi oleh massa. Namun kejadian tragis kembali terjadi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Seorang lelaki bernama Ali, terduga pelaku pemerkosaan terhadap seorang anak disabilitas di wilayah Parang-Parang Tulau, Kelurahan Cikoro, Kecamatan Tompobulu, dilaporkan tewas setelah diseret di jalan oleh massa menggunakan tali yang diikatkan pada sepeda motor.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, menegaskan bahwa apa pun bentuk kejahatan yang diduga dilakukan oleh seseorang tetap harus diserahkan kepada proses hukum yang sah. Hukum rimba, tindakan balas dendam, atau kekerasan oleh massa tidak boleh diberlakukan di Negara Republik Indonesia.
Menurutnya, tindakan main hakim sendiri tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu ia mendesak Polda Sulawesi Selatan beserta jajarannya, termasuk Polres Gowa, untuk melakukan penegakan hukum secara tegas dan menangkap seluruh pelaku yang terlibat dalam penyiksaan hingga menyebabkan tewasnya Ali.
āHak asasi manusia harus dijunjung tinggi. Jika pelaku penyiksaan terhadap Ali tidak ditindak sesuai hukum, maka kejadian seperti ini akan terus terulang. Bisa jadi seseorang yang hanya dituduh tanpa bukti pun dapat menjadi korban amuk massa,ā tegas Ketua DPP LSM Gempa Indonesia.
Ia juga mengingatkan bahwa kejadian seperti ini kerap terjadi di wilayah Gowa, Jeneponto, hingga Bantaeng, akibat masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap hukum dan tidak adanya efek jera.
LANDASAN HUKUM & SANKSI BAGI PELAKU MAIN HAKIM SENDIRI
Berikut beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan:
1. KUHP ā Tindak Kekerasan dan Penganiayaan
Pasal 351 KUHP
Penganiayaan yang mengakibatkan kematian:
Ancaman pidana sampai 7 tahun.
Pasal 170 KUHP
Tindak kekerasan secara bersama-sama di muka umum yang menyebabkan korban meninggal:
Pidana maksimal 12 tahun.
Pasal 355 KUHP
Penganiayaan berat secara terencana:
Pidana maksimal 12 tahun.
2. KUHP ā Pembunuhan
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain:
Pidana maksimal 15 tahun.
Pasal 340 KUHP
Pembunuhan berencana:
Pidana mati, seumur hidup, atau maksimal 20 tahun.
3. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM
Menjamin hak setiap warga negara untuk:
Hak hidup (Pasal 9)
Hak bebas dari penyiksaan (Pasal 33)
Hak perlindungan hukum (Pasal 3 ayat 2)
Tindakan menyiksa dan membunuh tersangkaāapa pun alasannyaāmelanggar prinsip dasar HAM.
4. Kewajiban Aparat Kepolisian (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI)
Polri wajib:
Menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Melindungi, mengayomi, dan memberikan pelayanan.
Menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Mencegah terjadinya main hakim sendiri.
SERUAN DPP LSM GEMPA INDONESIA
1. Polda Sulawesi Selatan harus menangkap dan memproses seluruh pelaku penyiksaan terhadap Ali.
2. Memberikan tindakan tegas kepada siapa pun yang melakukan kekerasan massa.
3. Melakukan edukasi hukum kepada masyarakat Gowa, Jeneponto, dan Bantaeng agar tidak lagi terjadi pembunuhan sadis dengan mengatasnamakan āforum massaā.
4. Menegakkan asas praduga tak bersalah sebagai prinsip hukum yang wajib dihormati.
5. Memberikan efek jera agar tidak ada lagi warga yang berani main hakim sendiri.
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia menegaskan bahwa siapa pun yang melakukan kekerasan dan pembunuhanāmeskipun terhadap terduga pelaku kejahatanātetap harus ditindak sesuai hukum. Negara tidak boleh kalah oleh tindakan massa tutupnya.
(MGI/Redaksi.)
Tags : #polresgowa #poldasulsel #Polri.






















































