Pengerjaan Saluran Sekunder Tarowang–Bulo-Bulo Diduga Asal-Asalan, Pompengan Dinilai Tutup Mata!
- Ridwan Umar
- 2 jam yang lalu
- 2 menit membaca

Pengerjaan Saluran Sekunder Tarowang–Bulo-Bulo Diduga Asal-Asalan, Pompengan Dinilai Tutup Mata!
Jeneponto — Pengerjaan rehabilitasi saluran sekunder Tarowang–Bulo-Bulo kembali menuai sorotan tajam. DPD II LSM Gempa Indonesia Kabupaten Jeneponto angkat bicara setelah menerima laporan dan bukti foto mengenai kondisi pengecoran yang diduga dikerjakan asal-asalan tanpa mengikuti standar teknis pekerjaan konstruksi.
Dalam dokumentasi lapangan terlihat jelas pembuatan cor tanpa plastik pengalas, sehingga campuran semen langsung bercampur dengan air comberan yang menggenang di dasar saluran.
Lebih parah lagi, pekerja diduga memakai wiremesh sisa potongan, bukan material standar yang seharusnya digunakan. Kondisi tersebut dinilai bukan sekadar kelalaian, tetapi indikasi kuat lemahnya pengawasan dan dugaan pembiaran oleh pihak-pihak terkait.
Menurut penelusuran LSM Gempa Jeneponto, pengawas, konsultan, hingga direksi pekerjaan—yang disebut-sebut bernama Amir— dinilai sejak tahun 2020, 2023, hingga 2025 tidak pernah menyelesaikan pekerjaan secara benar.
Hal ini memunculkan dugaan adanya kerja sama tidak sehat antara oknum pengawas dan pemenang tender.
Ketua Investigasi DPD II LSM Gempa Jeneponto menegaskan:
“Ini bukan kesalahan ringan. Ini sudah masuk kategori pemborosan anggaran negara dan dugaan pelanggaran standar konstruksi.
Pihak Balai Pompengan harus turun tangan, jangan hanya diam seolah tidak peduli.”
DUGAAN PELANGGARAN ATURAN & UU
LSM Gempa menilai praktik tersebut bertentangan dengan sejumlah regulasi, di antaranya:
1. UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Pasal 59 ayat (1): Penyedia jasa wajib melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan gambar kerja.
Pasal 86: Pengawas wajib memastikan kualitas pekerjaan sesuai standar dan tidak menimbulkan kerugian negara.
Pasal 95: Pelanggaran yang menyebabkan gagalnya bangunan dapat berujung sanksi administratif, denda, hingga pidana.
2. Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Larangan kerja sama ilegal antara penyedia dan pejabat pengadaan.
Kewajiban pelaksanaan pekerjaan sesuai kontrak, spesifikasi, dan mutu.
3. UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
Jika terbukti ada unsur kesengajaan melakukan pengurangan volume, penggunaan material sisa, atau pembiaran kerusakan yang merugikan keuangan negara, dapat dikenakan:
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara (ancaman hingga 20 tahun).
Pasal 9: Mark-up atau pengurangan kualitas pekerjaan.
LSM GEMPA MENDESAK BALAI POMPENGAN & APH BERTINDAK
DPD II LSM Gempa meminta Balai Wilayah Sungai Pompengan–Jeneberang segera:
Melakukan audit teknis dan audit fisik terhadap proyek saluran sekunder Tarowang–Bulo-Bulo.
Memanggil pihak pengawas dan direksi teknik yang diduga lalai.
Memeriksa kontraktor/pemenang tender yang berulang kali terlibat pekerjaan bermasalah.
Bila ditemukan indikasi kerugian negara, melaporkan ke APH (Tipikor Polres/Gowa atau Kejari).
“Ini anggaran rakyat, bukan anggaran pribadi. Jangan biarkan proyek asal jadi menjadi budaya,” tegas LSM Gempa.
Polemik ini diperkirakan masih akan berlanjut, mengingat banyak laporan masyarakat bahwa pekerjaan serupa di wilayah lain pun tidak pernah benar-benar tuntas.
LSM Gempa menegaskan akan mengawal kasus ini hingga selesai.
Laporan Reski saputra
( Mgi/Ridwan)






















































