Hutan Lindung Dibabat, Camat Tombolopao – Tinggimoncong Diminta Tak Diam: Waketum DPP GEMPA Indonesia Tegaskan Koordinasi Forkopincam Harga Mati!
- Ridwan Umar
- 51false48 GMT+0000 (Coordinated Universal Time)
- 2 menit membaca

Hutan Lindung Dibabat, Camat Tombolopao –Tinggimoncong Diminta Tak Diam Melihat Hutan Lindung Dibabat Orang Tidak Bertanggung Jawab.
Gowa, Sulsel -- Maraknya dugaan pembabatan hutan lindung di wilayah Kecamatan Tombolopao dan Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, kembali menuai sorotan keras dari berbagai elemen masyarakat. Kali ini, Wakil Ketua Umum DPP GEMPA Indonesia angkat bicara dan menegaskan pentingnya peran aktif Camat dalam menjaga kelestarian kawasan hutan lindung yang berada dalam wilayah teritorialnya.
Menurut Ari Paletteri ( Waketum DPP GEMPA Indonesia), meskipun secara regulasi camat tidak memegang tanggung jawab penuh atas pengelolaan kawasan hutan lindung, namun peran koordinatif camat bersama Forkopincam (Camat, Danramil, dan Kapolsek) menjadi kunci utama dalam upaya pencegahan pembabatan hutan secara ilegal.

“Secara spesifik memang tanggung jawab pengelolaan hutan lindung bukan sepenuhnya berada di pundak camat. Namun bagaimanapun juga, wilayah hutan lindung Tombolopao dan Tinggimoncong adalah wilayah teritorial camat itu sendiri. Maka koordinasi dengan TNI dan Polri harus menjadi prioritas utama,” tegasnya.
Ia menilai, lemahnya koordinasi lintas sektor serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat menjadi salah satu faktor masih diketahui terjadinya aktivitas perusakan hutan. Padahal, dampak dari pembabatan hutan lindung sangat serius, mulai dari ancaman banjir bandang, longsor, krisis air bersih, hingga kerusakan ekosistem yang berujung pada bencana alam.

DPP GEMPA Indonesia mendorong agar Camat Tombolopao dan Camat Tinggimoncong lebih proaktif melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat terkait larangan dan sanksi hukum bagi siapa pun yang melakukan perusakan kawasan hutan lindung.
Waketum DPP GEMPA Indonesia menekankan bahwa aturan hukum terkait perlindungan hutan sudah sangat jelas dan tidak boleh diabaikan. Di antaranya:

• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang secara tegas melarang pembabatan dan perusakan kawasan hutan lindung.
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur sanksi pidana dan denda berat bagi pelaku perusakan lingkungan.
• Serta regulasi turunan lainnya yang menguatkan peran aparat penegak hukum dalam menindak kejahatan kehutanan.

“Camat harus mengambil peran sebagai penggerak koordinasi.
Sosialisasi aturan kepada warga, memperkuat komunikasi dengan aparat penegak hukum, dan memastikan Forkopincam hadir sebagai garda terdepan pencegahan.
Jangan menunggu bencana datang baru semua bergerak,” ujarnya.
Ari Paletteri mengingatkan bahwa pembiaran terhadap pembabatan hutan lindung sama saja dengan membuka pintu bagi bencana alam yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas dan membebani keuangan daerah.
“Pencegahan jauh lebih murah daripada penanganan bencana. Maka peran camat, Forkopincam, TNI, dan Polri harus benar-benar solid demi menyelamatkan hutan lindung Tombolopao dan Tinggimoncong,” tutupnya.
( Mgi / Ridwan )






















































