Ketua DPD Sulsel Aliansi Indonesia (BPAN) Soroti Ketua Adat Puto Palasa, Ingin Ambil Alih Sepihak Lahan Masyarakat Adat Yang Di kuasai Sejak 1973.
- Ridwan Umar
- 3 hari yang lalu
- 3 menit membaca

Ketua DPD Sulsel Aliansi Indonesia (BPAN) Soroti Ketua Adat Puto Palasa, Ingin Ambil Alih Sepihak Lahan Masyarakat Adat Yang Di kuasai Sejak 1973.
Bulukumba — Konflik penguasaan lahan kembali mencuat di Desa Pattiroang, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sebidang tanah seluas 17.588 meter persegi yang telah dikuasai sejak tahun 1973 oleh almarhum Baco Bin Lambeng, dimana tak pernah ada komplik dengan ketua adat sebelumnya. kini 2025 dipersoalkan oleh Ketua Adat Puto Palasa, meski telah memiliki Surat Keterangan Penguasaan Lahan (SKPL) yang diterbitkan pemerintah desa dan diketahui Camat Kajang.
Surat keterangan tersebut menyatakan bahwa lahan dimaksud telah dikelola secara turun-temurun selama lebih dari lima dekade, lengkap dengan bukti penguasaan fisik berupa tanaman produktif yang ditanam langsung oleh Baco Bin Lambeng semasa hidupnya. Namun ironisnya, dokumen resmi negara tersebut tidak diakui oleh Ketua Adat Puto Palasa, yang bersikeras menyebut lahan tersebut sebagai hutan adat.
Lebih jauh, Puto Palasa bersama sejumlah pihak yang disebut-sebut sebagai “antek-anteknya” diduga tetap ngotot ingin menguasai lahan tersebut melalui ahli waris Baco Bin Lambeng, yakni Mappi Cs, tanpa melalui mekanisme hukum yang sah dan transparan.

Sikap Ketua Adat tersebut memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil. Ketua DPD Sulsel Lembaga Aliansi Indonesia Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) Kaharuddin, selaku pendamping masyarakat adat menilai tindakan Puto Palasa berpotensi melanggar hukum dan mencederai prinsip keadilan agraria.
“Surat penguasaan lahan yang diterbitkan desa dan diketahui camat adalah dokumen resmi negara. Jika ketua adat mengabaikan dokumen tersebut dan memaksakan klaim sepihak atas nama hutan adat, itu bentuk penyalahgunaan kewenangan adat dan berpotensi masuk ranah pidana,” tegas Ketua DPD Sulsel Aliansi Indonesia BPAN. Kaharuddin

Ia menambahkan bahwa pengakuan hutan adat tidak bisa ditetapkan sepihak oleh ketua adat, melainkan harus melalui penetapan pemerintah daerah dan negara, sesuai peraturan perundang-undangan.
" ADAPUN BUKTI KETAATAN BACO BIN LAMBENG SAMPAI SAAT INI MASIH AKTIF MEMBAYAR PAJAK DENGAN NOMOR SPPT 73.02.060.014.009.0070.0. LALU PERTANYAAN TANAH ADAT ATAU TANAH ULAYAT UNTUK SIAPA ?
LALU MASYARAKAT ADAT MAU HIDUP DENGAN APA? JUGA UNTUK ANAK DAN CUCU MEREKA NANTINYA KALAU TIDAK DI IJINKAN MENGELOLA TANAH ADAT TERSEBUT YANG DI KUASAI TURUN TEMURUN." Ungkap Kaharuddin
Lebih lanjut Kaharuddin menambahkan bahwa. BERDASARKAN KETERANGAN YANG DI KELUARKAN OLEH KEPALA DESA PATTIROANG SUDIRMAN DAN DI KETAHUI OLEH CAMAT KAJANG ANDI SUDIRMAN.AM. BA TENTANG PENGUASAAN LAHAN ADAT SELAKU
MASYARAKAT ADAT ITU SENDIRI SUDAH MENGUASAI SEJAK TAHUN 1973 SAMPAI SAAT INI SELUAS 17.588 M2,
Ketua Adat Tolak Dokumen Negara:
Ahli Waris Merasa Dizalimi
Para ahli waris, Mappi Cs, menyatakan keberatan keras atas sikap Ketua Adat Puto Palasa yang menolak dokumen resmi negara. Mereka menilai klaim hutan adat tersebut tidak pernah disosialisasikan sebelumnya dan tidak memiliki dasar hukum formal.

Konflik yang kemudian berujung pada gugatan perdata di Pengadilan Negeri Bulukumba, ahli waris berharap PN Bulukumba adil dalam memutuskan Perkara ini karena pihak Mappi Cs merasa ini adalah sebagai upaya mencari keadilan dan kepastian hukum.
Aturan yang Diduga Dilanggar Ketua Adat
Tindakan Ketua Adat Puto Palasa dinilai berpotensi melanggar sejumlah regulasi, di antaranya:
BACA JUGA :




Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat harus sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan klaim sepihak.
Putusan MK No. 35/PUU-X/2012
Hutan adat bukan hutan negara, namun pengakuannya harus ditetapkan melalui Perda atau keputusan pemerintah daerah, bukan oleh individu atau ketua adat semata.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA)
Penguasaan tanah yang telah dikelola puluhan tahun dan dibuktikan secara administratif memiliki perlindungan hukum.
Pasal 385 KUHP
Dugaan perbuatan menguasai atau mengklaim tanah milik orang lain secara melawan hukum dapat dikategorikan sebagai penyerobotan tanah.
Pasal 421 KUHP
Penyalahgunaan pengaruh atau kewenangan yang merugikan hak orang lain dapat dipidana.

Aliansi Indonesia BPAN mendesak Pemkab Bulukumba, aparat penegak hukum, dan Kementerian ATR/BPN untuk turun tangan menyelesaikan konflik ini secara objektif dan adil, serta mencegah praktik-praktik kekuasaan adat yang menyimpang dari hukum negara.
“Adat harus dilindungi, tapi tidak boleh dijadikan alat untuk merampas hak rakyat kecil,” pungkas Ketua DPD Sulsel Aliansi Indonesia BPAN.
Hingga berita ini diterbitkan, Ketua Adat Puto Palasa belum memberikan klarifikasi resmi atas penolakan dokumen penguasaan lahan dan klaim hutan adat yang dipersoalkan tersebut.
Keluarga Ahli Waris Mappi Cs menanti Putusan Pengadilan
Kini, seluruh mata tertuju pada Pengadilan Negeri Bulukumba. Masyarakat berharap lembaga peradilan dapat menjadi benteng terakhir keadilan dan memberikan putusan yang adil, jujur, dan berpihak pada kebenaran hukum, agar konflik agraria berkepanjangan tidak terus merugikan rakyat kecil
( MGI / Tim )
Tags :






















































