top of page

Dugaan Korupsi Rp 800 Juta di Desa Lahunggumbi: LSM Gempa Indonesia Bongkar Lemahnya Pengawasan dan Dugaan “Main Mata” Aparat Kecamatan

  • Gambar penulis: Ridwan Umar
    Ridwan Umar
  • 17 Okt
  • 2 menit membaca
ree

Dugaan Korupsi Rp 800 Juta di Desa Lahunggumbi: LSM Gempa Indonesia Bongkar Lemahnya Pengawasan dan Dugaan “Main Mata” Aparat Kecamatan



Konawe, Sultra — Dugaan korupsi dana desa kembali mengguncang Kabupaten Konawe. Kepala Desa Lahunggumbi dilaporkan oleh DPD I LSM Gempa Indonesia Sulawesi Tenggara atas dugaan penyalahgunaan anggaran Rp 800.210.500 dari dana tahun 2024/2025, yang diperuntukkan bagi program bantuan UMKM dan pembangunan kantor koperasi desa.


Namun di balik kasus ini, terselip masalah yang lebih besar — lemahnya pengawasan dan dugaan pembiaran oleh aparat kecamatan hingga inspektorat.


Ketua LSM Gempa Indonesia Sultra mengungkapkan, setelah mendampingi warga buat laporan ke Polda Sultra menyebutkan ada indikasi penyelewengan yang sudah berlangsung sejak awal penyaluran anggaran. Namun, tidak ada satu pun langkah tegas dari pihak kecamatan maupun inspektorat daerah, seolah menutup mata terhadap berbagai kejanggalan administrasi dan laporan warga.



ree


“Kami curiga ada permainan terstruktur. Tidak mungkin kepala desa bisa seenaknya mencairkan dana ratusan juta tanpa diketahui pihak kecamatan dan inspektorat. Ini bukan hanya soal oknum kades, tapi juga soal sistem pengawasan yang lumpuh,” ujar Ketua LSM Gempa Indonesia Sultra dengan nada tegas.


Berdasarkan penelusuran lapangan, proyek pembangunan kantor koperasi desa yang menjadi bagian dari anggaran 2024/2025 tak kunjung dikerjakan, sementara laporan pertanggungjawaban telah dinyatakan “selesai”. Warga juga menyebut bantuan UMKM hanya dibagikan ke orang-orang terdekat aparat desa, sementara mayoritas pelaku usaha kecil di Lahunggumbi tidak pernah menerima bantuan tersebut.



ree

Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa laporan keuangan dan manipulasi data penerima bantuan, yang mengarah pada tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam:


Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Pasal 9 dan 10 Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.


Kritik Keras Terhadap Pengawasan Pemerintah Daerah

Pengamat kebijakan publik menilai, kasus Lahunggumbi mencerminkan krisis integritas dalam sistem pengawasan dana desa. Inspektorat daerah yang seharusnya menjadi “penjaga gerbang” transparansi, dinilai mandul dan lamban menindak dugaan penyimpangan.


“Kalau sampai dana desa bisa diselewengkan ratusan juta tanpa terdeteksi, maka ini bukan semata kesalahan kades. Ada mata rantai pengawasan yang rusak — mulai dari kecamatan, pendamping desa, hingga inspektorat,” ujar salah satu pemerhati antikorupsi di Kendari.


LSM Gempa Indonesia mendesak Bupati Konawe dan Kejaksaan Negeri segera memanggil seluruh pihak terkait, termasuk Camat dan Inspektorat, untuk dimintai klarifikasi. Publik menduga, selama ini ada “kongkalikong halus” dalam pengelolaan dana desa, yang membuat praktik korupsi berlangsung mulus tanpa hambatan.


“Kalau aparat pengawas diam, maka mereka sama saja ikut menikmati hasil korupsi. Kami tidak akan berhenti sampai ada tindakan hukum yang nyata,” tegas ketua LSM Gempa Indonesia Sultra dalam keterangannya.


Kasus Lahunggumbi kini menjadi cermin buruk tata kelola dana desa di Sulawesi Tenggara, di mana dana yang seharusnya memperkuat ekonomi rakyat justru mengalir ke kantong pribadi. Jika penegak hukum kembali lamban, publik khawatir praktik semacam ini akan menjadi budaya baru — korupsi yang dibungkus laporan rapi dan stempel resmi.


(Mgi/Tim)


 
 
bottom of page