top of page

Pungli Jutaan Rupiah di Sekolah Makassar: Sejahtera atau Terpaksa?

  • Gambar penulis: Ridwan Umar
    Ridwan Umar
  • 28 Jul
  • 2 menit membaca
ree

Pungli Jutaan Rupiah di Sekolah Makassar: Sejahtera atau Terpaksa?



Makassar, 28 Juli 2025 — Di balik gedung-gedung sekolah yang tampak megah dan semangat siswa-siswi mengejar cita-cita, terselip fenomena yang mengusik nurani: pungutan liar (pungli) yang nilainya mencapai jutaan rupiah. Di beberapa sekolah negeri di Makassar, orang tua siswa mengeluhkan adanya "pungutan wajib" yang dibungkus dengan istilah sumbangan sukarela, padahal sifatnya memaksa.



Ari Paletteri (Waketum Gempa Indonesia) menyampaikan kritikan "Tidak sedikit wali murid mengaku harus merogoh kocek hingga Rp1-3 juta untuk berbagai alasan: pembangunan taman sekolah, sumbangan acara perpisahan, hingga pembelian seragam yang diwajibkan dari koperasi sekolah tertentu. Dalam kondisi ekonomi yang tidak merata, sebagian orang tua merasa terbebani, namun memilih diam demi kelangsungan pendidikan anaknya.



"Kami ini bukan tidak mau menyumbang, tapi tolong jangan dipaksa. Kalau tidak bayar, anak bisa dikucilkan. Masa sekolah negeri harus begini?" ujar seorang wali murid di Makassar yang enggan disebut namanya.


BACA JUGA


ree

ree

ree

ree


Antara Keikhlasan dan Tekanan Sosial

Di sisi lain, ada pula orang tua dari kalangan ekonomi menengah ke atas yang membayar tanpa banyak bertanya. Namun apakah ini bentuk kepedulian atau tekanan sosial terselubung? Ketika pembayaran menjadi tolok ukur "kepedulian", banyak orang tua merasa terpaksa agar anak mereka tidak dipandang berbeda.



Ari Paletteri menyampaikan bahwa Praktik ini jelas melanggar aturan. Berdasarkan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, disebutkan bahwa komite sekolah tidak boleh melakukan pungutan, apalagi yang bersifat memaksa. Dana pendidikan di sekolah negeri seharusnya sudah ditanggung melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan anggaran dari pemerintah daerah.



ree

Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan dasar merupakan tanggung jawab negara dan tidak boleh menjadi beban finansial bagi masyarakat, terutama dalam bentuk pungutan yang tidak sah.



Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), yang menyebut pungli sebagai:



Segala bentuk pungutan di luar ketentuan resmi yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dan dapat diproses sebagai tindak pidana korupsi sesuai KUHP dan UU Tipikor.



Penegakan Hukum Masih Lemah

Meskipun peraturan sudah jelas, penegakan hukum terhadap praktik pungli di sektor pendidikan masih minim. Satgas Saber Pungli pun belum banyak menindak kasus di sekolah, meskipun laporan dari masyarakat terus bermunculan.



Ari menambahkan bahwa budaya diam dan ketidaktahuan masyarakat menjadi celah yang dimanfaatkan oknum sekolah.



"Ada kekosongan pengawasan. Orang tua takut bicara, dinas pendidikan juga sering menutup mata. Ini harus diubah," tegasnya.



Harapan Akan Pendidikan yang Bersih

Fenomena ini menjadi cerminan bahwa kualitas pendidikan tidak hanya soal kurikulum, tapi juga integritas pengelolaannya.



Sekolah seharusnya menjadi ruang tumbuh anak-anak tanpa beban diskriminasi ekonomi.



Pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Kota Makassar, dan penegak hukum didesak turun tangan tegas untuk mengakhiri pungli di dunia pendidikan.



Karena pendidikan adalah hak, bukan komoditas. Dan kejujuran harus diajarkan bukan hanya lewat buku, tapi juga lewat sistem yang bersih dari pungutan liar, tutupnya



(Mgi/Ridwan U)


 
 
bottom of page