Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/Pid/2000 Tak Dieksekusi, Terpidana Justru Kembali Lakukan Pembunuhan Terhadap Pelapor.
- Ridwan Umar
- 3 hari yang lalu
- 2 menit membaca

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/Pid/2000 Tak Dieksekusi, Terpidana Justru Kembali Lakukan Pembunuhan Terhadap Pelapor.
Gowa, Sulawesi Selatan — Pembiaran hukum kembali mencuat di Kabupaten Gowa. Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa dan Polres Gowa dinilai melakukan kelalaian serius karena tidak mengeksekusi putusan pidana Mahkamah Agung Nomor: 1099 K/Pid/2000 terhadap tiga terpidana kasus pemerasan dengan kekerasan. Akibat kelalaian tersebut, dua di antara terpidana kembali melakukan tindak pidana berat berupa pembunuhan terhadap korban H. Rajiwa pada tahun 2002.
Dalam amar putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut, majelis hakim menyatakan para terdakwa:
1. Massiri Dg. Tojeng bin Ma’li (terdakwa I) — dihukum 1 tahun penjara (meninggal dunia sebelum menjalani hukuman),
2. Syarifuddin bin Massiri (terdakwa II) — dihukum 1 tahun 6 bulan penjara,
3. Syamsul alias Jamsu bin Massiri (terdakwa III) — dihukum 1 tahun 6 bulan penjara.
Mahkamah Agung dalam putusan itu mengadili sendiri dan menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “bersama-sama melakukan pemerasan dengan kekerasan” sebagaimana dalam dakwaan primer. Namun, hingga kini, putusan hukum yang telah inkracht (berkekuatan hukum tetap) tersebut tak kunjung dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa.
Akibat pembiaran itu, pada Jumat, 11 Januari 2002, dua dari tiga terpidana — yakni Syarifuddin bin Massiri (terpidana II) dan Syamsul alias Jamsu bin Massiri (terpidana III) — kembali melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap korban H. Rajiwa, yang juga merupakan pelapor dalam perkara sebelumnya. Peristiwa tragis tersebut terjadi di Batumenteng, Desa Berutallasa, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa, sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Polisi Nomor: Pol/128/II/2002/Res Gowa.
Dari informasi yang diperoleh, hanya terpidana III Syamsul alias Jamsu bin Massiri yang menyerahkan diri dan diproses dalam kasus pembunuhan tersebut. Sementara itu, terpidana II Syarifuddin bin Massiri justru ditetapkan Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Gowa, namun hingga kini belum pernah tertangkap dan diduga masih berkeliaran bebas tanpa menjalani hukuman atas dua perkara yang menjeratnya.
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, menilai hal ini sebagai bentuk kelalaian hukum yang mencederai keadilan dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum di Kabupaten Gowa.
“Putusan Mahkamah Agung adalah perintah hukum tertinggi yang wajib dilaksanakan oleh Kejaksaan sebagai eksekutor. Jika sudah inkracht tetapi tidak dieksekusi, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa baru, ini bukan lagi kelalaian — ini pelanggaran serius terhadap kewenangan dan tanggung jawab jabatan,” tegas Amiruddin.
DPP LSM Gempa Indonesia mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera memerintahkan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa agar melaksanakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/Pid/2000 tersebut.
Selain itu, pihaknya juga meminta Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Sulsel dan Polres Gowa melakukan penangkapan terhadap Syarifuddin bin Massiri, DPO kasus pembunuhan H. Rajiwa yang hingga kini belum tersentuh hukum.
> “Negara tidak boleh kalah oleh terpidana dan DPO . Kejaksaan dan Kepolisian harus menjalankan amanah undang-undang, bukan justru melindungi pelaku dengan diam,” tutup Amiruddin.
Dengan demikian, kasus ini menjadi sorotan tajam publik, terutama terkait fungsi pengawasan dan pelaksanaan putusan pengadilan yang seharusnya menjadi instrumen tegaknya supremasi hukum di Indonesia.
(MGI/Red.)






















































