LSM Gempa Indonesia Desak Aparat Tindak Tegas Tambang Ilegal di Perbatasan Gowa–Jeneponto
- Ridwan Umar
- 19 Okt
- 2 menit membaca

LSM Gempa Indonesia Desak Aparat Tindak Tegas Tambang Ilegal di Perbatasan Gowa–Jeneponto
Gowa, Sulawesi Selatan — Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gempa Indonesia menyoroti maraknya aktivitas tambang batuan ilegal di wilayah perbatasan Kabupaten Gowa dan Jeneponto, tepatnya di Dusun Pannyawakkang, Desa Taring, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa.
Tambang tersebut berada di aliran Sungai Kareloe, di mana aktivitas penggalian batu dilakukan secara masif tanpa izin resmi. Batu hasil galian kemudian dibawa menyeberang ke wilayah Kabupaten Jeneponto menggunakan alat berat seperti excavator dan dump truck, untuk selanjutnya diolah menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) menjadi material cippin.
Menurut hasil pemantauan lapangan DPP LSM Gempa Indonesia, aktivitas tambang ini berlangsung setiap hari dan dalam satu kali produksi bisa menghasilkan beberapa truk material batuan, yang diduga dijual secara komersial tanpa melalui prosedur perizinan sebagaimana diatur oleh undang-undang.
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia,
Amiruddin SH, Karaeng Tinggi, menegaskan bahwa praktik tambang ilegal tersebut tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga merugikan negara dan khususnya Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, yang memiliki kewenangan pengelolaan dan perlindungan kawasan sungai.
“Aktivitas tambang ilegal di Sungai Kareloe ini jelas melanggar hukum. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama BBWS Pompengan Jeneberang serta aparat penegak hukum harus segera turun tangan dan menindak tegas pelaku-pelakunya, karena ini menyangkut kerusakan lingkungan dan kerugian negara,” tegas Amiruddin.
Dasar Hukum dan Sanksi Pidana
Kegiatan penambangan batuan tanpa izin sebagaimana dimaksud diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Dalam Pasal 158 UU Minerba, disebutkan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Selain itu, kegiatan di wilayah sungai yang tidak memiliki izin juga melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, serta dapat menimbulkan kerusakan ekosistem sungai, longsor bantaran, dan kerusakan fasilitas irigasi yang menjadi tanggung jawab BBWS Pompengan Jeneberang.
Tuntutan LSM Gempa Indonesia
Melalui siaran resminya, DPP LSM Gempa Indonesia mendesak:
1. Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan segera melakukan pemeriksaan dan penutupan lokasi tambang ilegal di Sungai Kareloe.
2. BBWS Pompengan Jeneberang agar menindak tegas pihak-pihak yang melakukan pengambilan material di wilayah sungai tanpa izin pengelolaan.
3. Aparat penegak hukum (Polres Gowa dan Polres Jeneponto) agar melakukan penyelidikan dan penegakan hukum pidana terhadap pelaku maupun pihak yang memfasilitasi aktivitas tambang ilegal tersebut.
4. Pemerintah Kabupaten Gowa dan Jeneponto diminta berkoordinasi untuk mencegah lintas pengangkutan material ilegal antarwilayah.
Amiruddin menambahkan bahwa DPP LSM Gempa Indonesia akan mengajukan laporan resmi kepada aparat penegak hukum serta instansi terkait di tingkat provinsi untuk memastikan adanya penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu terhadap pelaku tambang ilegal di wilayah tersebut.
“Negara tidak boleh kalah dengan pelaku tambang ilegal. Kita ingin ada tindakan nyata, bukan sekadar imbauan,” pungkasnya.
(MGI / Ridwan)






















































