top of page

Putusan MA Inkracht Sejak Tahun 2000 Tak Dieksekusi, DPP LSM Gempa Indonesia Soroti Kinerja Jaksa dan Polres Gowa

  • Gambar penulis: Ridwan Umar
    Ridwan Umar
  • 29 Jul
  • 2 menit membaca
ree

Putusan MA Inkracht Sejak Tahun 2000 Tak Dieksekusi, DPP LSM Gempa Indonesia Soroti Kinerja Jaksa dan Polres Gowa



Gowa, 28 Juli 2025 – Sebuah fakta memalukan kembali mencuat ke permukaan dunia penegakan hukum Indonesia. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1099 K/Pid/2000, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sejak lebih dari dua dekade lalu, hingga kini belum dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa.


Putusan tersebut menjatuhkan pidana penjara kepada tiga orang terdakwa dalam perkara pemerasan disertai kekerasan, masing-masing:


Massiri Daeng Tojeng bin Ma’li – divonis 1 (satu) tahun penjara (namun meninggal dunia tanpa pernah menjalani hukumannya),

Syarifuddin bin Massiri – divonis 1 tahun 6 bulan penjara,


Syamsul alias Jamsu bin Massiri – juga divonis 1 tahun 6 bulan penjara.


Fakta hukum ini menjadi sorotan tajam DPP LSM Gempa Indonesia, yang pada tahun 2024 secara resmi menyurati Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa, mendesak agar segera dilakukan eksekusi terhadap dua terpidana yang hingga kini masih bebas berkeliaran.


Sebagai respons, Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa hanya mengeluarkan Surat Panggilan Terpidana Nomor: B-200/P.4.13/Eoh.3/09/2024, yang justru dianggap sebagai langkah tidak efektif dan tidak menunjukkan keseriusan hukum.


 "Ini bukan perkara surat menyurat. Ini perkara hukum yang sudah berkekuatan tetap. Bagaimana mungkin penjahat yang divonis hakim malah dipanggil dengan sopan? Harusnya ditangkap dan langsung dieksekusi sesuai KUHAP!" tegas Amiruddin SH, Karaeng Tinggi, Ketua Umum DPP LSM Gempa Indonesia.


Kekhawatiran DPP LSM Gempa Indonesia bukan tanpa dasar. Akibat kelalaian aparat penegak hukum yang tidak mengeksekusi tepat waktu, terpidana Syamsul alias Jamsu kembali melakukan kejahatan berat yakni pembunuhan pada tahun 2002, dan kini menjalani hukuman untuk perkara tersebut.

Lebih parah lagi, terpidana Syarifuddin bin Massiri hingga saat ini masih berstatus sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) Polres Gowa, namun diketahui bebas berkeliaran di Desa Pencong, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa.


Pelanggaran KUHAP dan Kelalaian Aparat

Menurut kajian hukum DPP LSM Gempa Indonesia, terdapat pelanggaran serius terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Jaksa dan Polisi, antara lain:


Pasal 270 KUHAP: menyatakan bahwa putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh jaksa.


Pasal 1 angka 1 dan 2 KUHAP: menjelaskan bahwa penuntut umum dan penyidik wajib menjalankan fungsi eksekusi dan penangkapan terhadap terpidana yang tidak melaksanakan putusan.


Amiruddin menyebut tindakan pembiaran tersebut berpotensi mengganggu ketertiban umum dan mencoreng kredibilitas lembaga penegak hukum.


Desakan Evaluasi dan Sanksi Tegas

DPP LSM Gempa Indonesia secara resmi mendesak:


1. Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera mengevaluasi kinerja dan tanggung jawab Jaksa Penuntut Umum Kejari Gowa atas ketidakseriusan ini.


2. Kapolri dan Propam Mabes Polri menindaklanjuti status DPO Syarifuddin bin Massiri yang dibiarkan berkeliaran selama lebih dari dua dekade.


3. Komisi Kejaksaan dan Kompolnas melakukan investigasi dan menerbitkan sanksi etik serta disiplin terhadap aparat yang lalai.


“Jika negara gagal menegakkan keadilan, maka kejahatan akan merasa dilindungi. Kami dari LSM Gempa Indonesia tidak akan diam. Ini bukan hanya soal eksekusi, tapi soal harga diri penegakan hukum di mata rakyat,” pungkas Amiruddin.


 (MGI / Redaksi)


 
 
bottom of page