Persyaratan Kredit Di Bank Sulselbar Dinilai Banyak Menyulitkan PNS Sebagai Nasabah Utama Dalam Situasi Tertentu.
- Ridwan Umar
- 23 Mei
- 2 menit membaca

Persyaratan Kredit Di Bank Sulselbar Dinilai Banyak Menyulitkan PNS Sebagai Nasabah Utama Dalam Situasi Tertentu.
Makassar Sulsel – Dewan Pimpinan Pusat LSM Gempa Indonesia menyoroti kebijakan dan prosedur pelayanan kredit di Bank BPD Sulselbar yang dinilai memberatkan dan menyulitkan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku nasabah utama bank tersebut. Kritik ini mencuat seiring banyaknya keluhan yang diterima oleh DPP LSM Gempa Indonesia dari para PNS di berbagai daerah di Sulawesi Selatan dan Barat.
Bank Sulselbar diketahui menjadi mitra utama dalam penyaluran gaji PNS serta melayani fasilitas kredit dengan jaminan Surat Keputusan (SK) CPNS, SK PNS, dan SK Terakhir. Namun, menurut informasi yang diterima LSM Gempa Indonesia, prosedur pengajuan kredit yang diterapkan saat ini justru menyulitkan pemohon, terutama dalam situasi-situasi tertentu yang semestinya bisa diakomodir dengan bijak dan proporsional.
BACA JUGA.


Contohnya, dalam kasus pengajuan kredit oleh istri seorang PNS yang ingin menjaminkan SK miliknya, namun suaminya sedang berada di luar daerah atau merantau, pihak bank mensyaratkan adanya surat kuasa dalam bentuk akta notaris.
Sebaliknya, bila suami ingin mengajukan kredit dengan kondisi istri tidak hadir, syarat serupa juga diberlakukan. Tidak hanya itu, bila salah satu pasangan meninggal dunia, dan pasangannya ingin mengakses fasilitas kredit atas jaminan SK, maka pihak bank mewajibkan adanya Surat Keputusan Penetapan Kewarisan dari Pengadilan Agama.
“Ini sangat tidak manusiawi. Para PNS mengajukan kredit karena kebutuhan ekonomi, bukan karena keinginan berfoya-foya. Tapi justru dihadapkan pada persyaratan yang berat, berbiaya mahal, dan menguras tenaga,” tegas Amiruddin SH Karaeng Tinggi, Ketua DPP LSM Gempa Indonesia.
Ia menilai, Bank Sulselbar telah mengabaikan prinsip keadilan dalam pelayanan publik, apalagi sebagai bank milik daerah yang seharusnya berpihak pada masyarakat, khususnya para aparatur sipil negara yang menjadi tulang punggung pelayanan negara di daerah.
Lebih lanjut, LSM Gempa Indonesia menilai kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang karena tidak sejalan dengan semangat dari:
BACA JUGA



1. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menekankan fungsi perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dengan prinsip kepercayaan, keterbukaan, dan efisiensi.
2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 12/POJK.03/2017 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum, yang mewajibkan bank untuk menerapkan prinsip transparansi dan perlakuan yang adil terhadap nasabah.
3. Peraturan BI atau POJK lainnya yang mewajibkan penyederhanaan proses layanan kredit terutama bagi kelompok masyarakat tertentu.
“Pemberlakuan persyaratan akta notaris atau penetapan kewarisan dari pengadilan agama tentu membutuhkan biaya tambahan yang tidak sedikit. Ini menjadi ironi ketika pemohon kredit justru sedang dalam kesulitan ekonomi,” tambah Karaeng Tinggi.
DPP LSM Gempa Indonesia meminta kepada Manajemen Bank Sulselbar dan pihak regulator keuangan seperti OJK untuk mengevaluasi dan merevisi kebijakan tersebut agar lebih berpihak kepada rakyat, efisien, dan tidak menyulitkan nasabah yang membutuhkan bantuan kredit dengan jaminan SK sebagai bentuk hak dan kepastian kerja.
LSM Gempa Indonesia juga membuka layanan aduan bagi PNS yang merasa dirugikan oleh prosedur-prosedur perbankan yang tidak manusiawi. Hal ini merupakan bentuk nyata komitmen LSM dalam mengawal hak-hak masyarakat, khususnya dalam pelayanan publik dan sektor keuangan tutupnya.
(MGI / Ridwan U)