Pemerintah Harus Hadir, Masyarakat Gowa Hidup Dalam Kemiskinan Ekstrim di Tengah Kekayaan Alam.
- Ridwan Umar
- 9 Okt
- 2 menit membaca

Pemerintah Harus Hadir, Masyarakat Gowa Hidup Dalam Kemiskinan Ekstrim di Tengah Kekayaan Alam.
Gowa, Sulawesi Selatan --
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, angkat bicara menyoroti kondisi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Gowa, khususnya warga yang bermukim di wilayah dataran tinggi. Menurutnya, hingga kini masih banyak masyarakat di daerah pinggiran seperti Kecamatan Tinggimoncong, Bontolempangan, Bungaya, Biringbulu, hingga Tompobulu yang hidup di bawah garis kemiskinan, meskipun Gowa dikenal sebagai daerah dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah.
“Pemerintah harus hadir di tengah-tengah rakyatnya. Jangan biarkan masyarakat Gowa, khususnya di dataran tinggi, terus hidup dalam kesusahan sementara kekayaan alam begitu besar. Ini ironis—ibarat tikus mati di lumbung padi,” tegas Amiruddin SH Karaeng Tinggi.
Ia mengungkapkan bahwa di Kecamatan Tinggimoncong, banyak masyarakat yang kehilangan lahan pertanian akibat maraknya penjualan tanah untuk pembangunan villa milik orang-orang kaya dari Makassar dan para pejabat. Kondisi tersebut membuat masyarakat kehilangan sumber penghidupan utama mereka.
Lebih jauh, Ketua DPP LSM Gempa Indonesia menjelaskan bahwa di Kecamatan Bontolempangan, Bungaya, dan Biringbulu yang dikenal sebagai penghasil jagung kuning banyak petani yang kini gulung tikar akibat mahalnya harga bibit, racun, dan pupuk. Ketiadaan perhatian pemerintah terhadap akses modal dan pengendalian harga membuat para petani terjerat rentenir.
“Banyak masyarakat akhirnya memilih meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke Malaysia, Kalimantan, atau daerah lain karena tidak sanggup lagi bertahan hidup di kampung sendiri,” ujarnya.
Menurut data lapangan yang dihimpun LSM Gempa Indonesia, sudah puluhan ribu warga dari Kecamatan Bontolempangan, Bungaya, Biringbulu, dan Tompobulu terpaksa merantau karena kemiskinan yang semakin dalam. Kondisi ini, kata Amiruddin, menjadi bukti bahwa Gowa adalah daerah kaya namun masyarakatnya belum sejahtera.
Selain itu, ia juga menyoroti nasib para petani kopi di Kecamatan Tompobulu dan Tombolopao. Meskipun daerah tersebut merupakan penghasil kopi berkualitas, hasil panen petani justru dibeli oleh pedagang dari Tana Toraja dan kemudian dijual kembali dengan merek “Kopi Toraja”.
“Ini ironis. Kopi hasil bumi Gowa dijual ke luar daerah, diolah, dan diberi merek baru. Seharusnya pemerintah hadir memberikan pembinaan, pelatihan, serta modal agar kopi Gowa punya identitas dan nilai jual sendiri,” tutur Ketua LSM Gempa Indonesia itu.
Amiruddin menegaskan, pemerintah seharusnya turun langsung mendata jumlah warga di tiap kecamatan yang terpaksa merantau akibat kemiskinan dan mencari solusi konkret agar hasil pertanian dan perkebunan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
“Ketidakhadiran pemerintah dalam membina dan melindungi rakyatnya membuat masyarakat Gowa hidup dalam kondisi miskin ekstrim. Ini harus segera disikapi dengan langkah nyata, bukan sekadar program di atas kertas,” pungkasnya.
(MGI / Red.)
Tags : #bupatigowa #dprdgowa






















































