top of page

DPP LSM Gempa Indonesia Desak Kejagung Copot Kajari Gowa, Ungkap Dugaan Jual Beli Tuntutan dan Pemerasan di Kejari Gowa

  • Gambar penulis: Ridwan Umar
    Ridwan Umar
  • 29 Agu
  • 3 menit membaca
ree

DPP LSM Gempa Indonesia Desak Kejagung Copot Kajari Gowa, Ungkap Dugaan Jual Beli Tuntutan dan Pemerasan di Kejari Gowa



Gowa, Sulsel – Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, serta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Republik Indonesia untuk segera mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa, Kasi Pidum, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus percetakan uang dan peredaran uang palsu di UIN Makassar.


Desakan ini muncul karena adanya dugaan jual beli tuntutan (Rentut) dan lemahnya penanganan berbagai kasus korupsi di Kabupaten Gowa.

Kasus yang menyedot perhatian publik adalah perkara percetakan uang palsu dengan terdakwa 15 orang yang menyeret terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding, yang disidangkan di Pengadilan Negeri Sungguminasa pada hari Rabu tanggal 27 Agustus 2025 dengan Ketua majelis hakim Dyan Martha Budhinugraeny, Sahabuddin, dan Yeni Wahyuni sebagai hakim anggota , serta JPU Basri Bacho dan Aria Perkasa Utama.


Pada sidang pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum hari Rabu tanggal 27 Agustus 2025 , terdakwa dituntut 8 tahun penjara. Namun, dalam nota pembelaan terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding langsung diberikan kesempatan pada hari itu juga untuk membacakan nota pembelaan pribadinya yang termuat dalam delapan lembar kertas, dalam pembacaan nota pembelaan pribadi terdakwa justru mengungkap dugaan pemerasan oleh oknum Jaksa pada Kejaksaan Negeri Kabupaten Gowa.


BACA JUGA. :


ree

ree

ree

Ia mengaku diperas sebesar Rp 5 miliar melalui seorang utusan JPU bernama Muh. Ilham Syam dengan janji akan dituntut bebas demi hukum bila bayar 5 miliar . Karena tak mampu memenuhi permintaan Utusan Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa kemudian ditunjukkan Rentut 8 tahun penjara.



Menurut terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding membeberkan dalam nota pembelaan pribadinya  bahwa , pada Selasa 26 Agustus 2025, istri terdakwa dijemput empat orang utusan JPU untuk menghadap di kantor Kejari Gowa guna mengklarifikasi permintaan Jaksa Penuntut Umum uang sebesar 5 miliar tersebut, pihak terdakwa tidak sanggup sehingga jaksa menawar kembali dimintai Rp 1 miliar dengan alasan adanya permintaan dari Kejati dan tuntutan paling rendah ,kalau 5 miliar tuntutan bebas demi hukum.


“Perbuatan ini mencederai marwah institusi Kejaksaan. Tidak hanya JPU, tetapi Kajari dan Kasi Pidum juga ikut bertanggung jawab karena semua kejadian berlangsung di lingkungan kantor Kejari Gowa,” tegas Amiruddin SH Karaeng Tinggi.


Lebih jauh, Karaeng Tinggi menegaskan bahwa Kejari Gowa tidak menunjukkan keseriusan dalam mengusut kasus-kasus korupsi, antara lain:


Dugaan korupsi pembangunan RS Syekh Yusuf Kabupaten Gowa,


Dugaan korupsi Dana BUMDes 121 yang diduga merupakan negara sekitar 300 milyar rupiah,Desa serta penyalahgunaan Dana ADD dari 121 desa dan 55 desa dijabat oleh PLT kepala desa bertahun-tahun bahkan ada Desa yang sampai 7 tahun dijabat oleh PLT kepala desa.


Kasus pemalsuan dokumen tanah oleh Kepala Desa Julukanaya Kecamatan Biringbulu yang sudah P21 namun tak tak jelas status hukumnya.


Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/Pid/2000 yang seharusnya dieksekusi, namun hingga kini terpidananya masih bebas.

Selain itu, proyek-proyek yang diduga bermasalah seperti rehabilitasi Lapangan Syekh Yusuf, Stadion Kale Gowa, serta proyek bongkar pasang pedestrian bernilai miliaran rupiah juga tak pernah disentuh aparat hukum.


Menurut Karaeng Tinggi, praktik tersebut jelas bertentangan dengan sejumlah regulasi hukum, antara lain:


1. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (diubah UU No. 11 Tahun 2021)

Pasal 30 ayat (1) huruf a: Jaksa berwenang melakukan penuntutan, bukan untuk kepentingan pribadi.

Pasal 35 huruf c: Jaksa Agung berwenang mengawasi tingkah laku Jaksa.


2. Kode Etik Jaksa (Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-014/A/JA/11/2012)

Jaksa wajib menjunjung tinggi integritas, kejujuran, dan profesionalitas. Dugaan pemerasan jelas melanggar kode etik.


3. KUHP & UU Tipikor

Pasal 368 KUHP: Pemerasan dapat dipidana penjara sampai 9 tahun.


Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001: Pegawai negeri yang melakukan pemerasan dipidana minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun, dengan denda paling sedikit Rp200 juta.


4. PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS

Pasal 3: PNS wajib menaati seluruh ketentuan hukum. Pelanggaran berat dapat berujung pemberhentian tidak hormat.


“Tindakan dugaan pemerasan oleh oknum Jaksa jelas melanggar UU Kejaksaan, Kode Etik Jaksa, serta KUHP Pasal 368 tentang pemerasan dan Pasal 12 huruf e UU Tipikor.


Oleh karena itu, selain diberi sanksi etik, para Jaksa yang terlibat harus diproses pidana. Kami mendesak Kejaksaan Agung segera mencopot Kajari Gowa, Kasi Pidum, Kasi Intel, Kasi Pidsus, serta seluruh JPU yang terlibat. LSM Gempa Indonesia akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas demi menyelamatkan marwah Kejaksaan,” tegas Karaeng Tinggi.


( MGI / Ridwan )


 
 
bottom of page