top of page

DPP LSM GEMPA INDONESIA Desak Dinas Pertanian dan Perdagangan Gowa Tindak Tegas Pengecer Pupuk yang Jual di Atas HET

  • Gambar penulis: Ridwan Umar
    Ridwan Umar
  • 18 Okt
  • 3 menit membaca
ree

DPP LSM GEMPA INDONESIA Desak Dinas Pertanian dan Perdagangan Gowa Tindak Tegas Pengecer Pupuk yang Jual di Atas HET



Gowa, Sulawesi Selatan — Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat (DPP LSM Gempa Indonesia) menyoroti praktik penjualan pupuk bersubsidi yang diduga melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh salah satu pengecer di Desa Baturappe, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa.


Menurut hasil pemantauan tim DPP LSM Gempa Indonesia, harga pupuk Urea yang seharusnya dijual kepada kelompok tani dengan harga Rp125.000 per sak (50 Kg) dan NPK Rp130.000 per sak (50 Kg), justru dijual oleh Ketua Kelompok Tani kepada petani dengan harga Urea Rp150.000 dan NPK Rp160.000 per sak.


Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, menilai bahwa praktik tersebut telah melanggar aturan resmi pemerintah terkait tata niaga pupuk bersubsidi dan sangat merugikan petani, terutama di wilayah pegunungan yang akses ekonominya terbatas.


> “Pupuk bersubsidi adalah hak petani. Bila pengecer atau kelompok tani menjual di atas HET, maka itu jelas pelanggaran hukum dan bentuk penindasan terhadap petani kecil. Kami minta Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan Kabupaten Gowa segera turun tangan, lakukan sidak, dan tindak tegas pelaku penyimpangan,” tegas Amiruddin.


Lebih lanjut, LSM Gempa Indonesia juga menyoroti bahwa penyaluran pupuk di dua desa, yakni Desa Baturappe dan Desa Berutallasa, belum merata. Pengecer pupuk yang beroperasi di Baturappe selama ini juga melayani wilayah Berutallasa, sehingga petani di Desa Berutallasa kesulitan menjangkau pupuk karena jarak yang jauh.


Amiruddin menegaskan bahwa pemerintah daerah harus membentuk pengecer baru di Desa Berutallasa agar distribusi pupuk tepat sasaran dan tidak dimonopoli satu pihak.


Dasar Hukum yang Dilanggar


1. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 15 Tahun 2013

tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian, sebagaimana telah diubah dengan Permendag Nomor 04 Tahun 2023, yang menegaskan:


Pasal 21 ayat (1): Pengecer wajib menjual pupuk bersubsidi kepada petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah.


Pasal 22 ayat (1): Dilarang menimbun, menahan, atau menjual pupuk bersubsidi di atas HET.


2. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 734/KPTS/SR.320/M/12/2022

tentang Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Tahun 2023, menetapkan bahwa:


Urea: Rp112.500 per 50 Kg


NPK: Rp115.000 per 50 Kg

(HET dapat sedikit berbeda sesuai kebijakan daerah, namun tidak boleh dilebihkan secara sepihak oleh pengecer atau kelompok tani).


3. Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, menyebutkan:


> “Pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan standar atau harga yang ditetapkan pemerintah dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”


4. Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, juga mengatur:


“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan mengenai larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan cara tidak benar dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000.”


Tuntutan LSM Gempa Indonesia:


DPP LSM Gempa Indonesia mendesak:


1. Dinas Pertanian Kabupaten Gowa untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh pengecer pupuk di wilayah Kecamatan Biringbulu, khususnya H. Marzuki Dg. Nai di Desa Baturappe.


2. Dinas Perdagangan Kabupaten Gowa agar menindak pelaku penjualan pupuk di atas HET sesuai ketentuan hukum.


3. Pemerintah Kabupaten Gowa membentuk pengecer resmi di Desa Berutallasa guna menjamin keadilan dan kemudahan akses bagi petani.


“Kami akan menyurati Kementerian Pertanian dan Ombudsman RI bila tidak ada tindakan dari pemerintah daerah dalam waktu dekat. Masalah pupuk ini menyangkut hajat hidup petani dan keberlanjutan pangan daerah,” pungkas Amiruddin tutupnya.


(MGI/Ridwan)


 
 
bottom of page