top of page

DI Duga Kuat Adanya Pungli dalam Program Pengadaan KTA Pramuka di Kabupaten Gowa

  • Gambar penulis: Ridwan Umar
    Ridwan Umar
  • 5 hari yang lalu
  • 2 menit membaca

DI Duga Kuat Adanya Pungli dalam Program Pengadaan KTA Pramuka di Kabupaten Gowa




Gowa, 13 Juni 2025 — Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, secara tegas mempertanyakan legalitas dan urgensi pelaksanaan program pengadaan Kartu Tanda Anggota (KTA) Pramuka yang diberlakukan massal kepada seluruh siswa SD, MI, SMP, dan MTs se-Kabupaten Gowa, termasuk seluruh guru di berbagai satuan pendidikan.



Menurut informasi yang diterima LSM Gempa Indonesia, program tersebut mewajibkan siswa dari kelas 1 hingga kelas 5 untuk melakukan sesi pemotretan langsung di sekolah guna pembuatan KTA Pramuka, dengan beban biaya sebesar Rp15.000 per siswa yang dipungut langsung dari orang tua murid.



Sementara bagi tenaga pengajar, terutama di Kecamatan Biringbulu dan Tompobulu, diwajibkan memiliki KTP Pramuka dengan biaya beragam, yakni Rp65.000 untuk guru MI dan MTs di Biringbulu, Rp60.000 untuk guru MI dan MTs di Tompobulu, dan Rp25.000 untuk guru SD.

Amiruddin SH Karaeng Tinggi menyebut bahwa kebijakan ini berpotensi menjadi praktik pungutan liar (pungli) karena:



1. Tidak ada kejelasan dasar hukum dan payung regulasi yang sah terkait pelaksanaan program tersebut, apakah berasal dari Pemerintah Kabupaten, Kwarcab Pramuka, atau hanya inisiatif pihak tertentu.

2. Tidak ada transparansi dalam penggunaan dana yang dipungut dari siswa dan guru.

3. Menggunakan ancaman administratif, seperti larangan ikut kegiatan perkemahan, bagi siswa dan guru yang tidak memiliki KTA Pramuka.



“Kami menduga kuat bahwa ini adalah bentuk pungli yang dilakukan secara terstruktur. Bila dihitung, ratusan ribu siswa SD dan MI serta ribuan siswa SMP dan MTs menjadi objek pungutan. Belum termasuk para guru. Uang yang terkumpul bisa mencapai milyaran rupiah. Ini harus segera diaudit dan diusut tuntas,” tegas Amiruddin.



LSM Gempa Indonesia menilai bahwa praktik ini bisa melanggar ketentuan hukum yang berlaku, di antaranya:

Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:“Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.”



Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Saber Pungli, yang melarang segala bentuk pungutan liar di lembaga pelayanan publik termasuk lembaga pendidikan.

Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas menyatakan bahwa pungutan kepada siswa oleh pihak sekolah tanpa persetujuan komite dan tanpa dasar hukum adalah ilegal.



Amiruddin juga menegaskan bahwa tidak boleh ada kegiatan pendidikan yang membebani siswa dengan biaya yang tidak berdasar, apalagi sampai menghalangi hak siswa untuk mengikuti kegiatan seperti perkemahan hanya karena tidak memiliki KTA Pramuka.



“Kami meminta aparat penegak hukum, khususnya Inspektorat Daerah, Kejaksaan, dan Polres Gowa untuk segera turun tangan dan memeriksa seluruh pihak yang terlibat dalam program ini. Bila perlu, kami akan layangkan laporan resmi ke KPK dan Ombudsman RI. Pendidikan tidak boleh jadi lahan bisnis apalagi menjadi ajang pungli terselubung,” pungkas Amiruddin SH Karaeng Tinggi.



MGI / Redaksi.

 
 
bottom of page