top of page
  • Gambar penulisRedaksi Media Gempa

Di Duga SD Negeri Tidung lakukan Pungutan Liar

MEDIAGEMPAINDONESIA.COM, MAKASSAR - Miris diduga Pungutan Liar terjadi di Sekolah Dasar (SD) Negeri Tidung yang berlokasi di Kota Makassar, diduga oknum pihak SD Negeri Tidung lakukan pungutan liar (Pungli) terhadap orang tua murid dengan mewajibkan seluruh orang tua murid untuk membayar senilai Rp.100.000 ribu sebagai pembayaran Baju Rompi.


berdasarkan penelusuran Waketum Lsm Gempa Indonesia ( Arianto Amiruddin, S.Sos dengan beberapa orang tua murid yang merasa dirugikan pihak sekolah, membeberkan kepada kami bentuk Pungli yang dialaminya yang masing-masing enggan mau nama mereka disebutkan.


Informasi dari orang tua murid, di duga Kepsek SD Negeri Tidung dan jajarannya mewajibkan orang tua murid membayar Rompi sekolah dengan harga Rp.100.000, orang tua murid harus membayar senilai Rp 100 ribu dengan alasan karena dalam Baju Rompi ada Bordir nama Sekolah makanya wajib dibeli tidak boleh beli ditoko lain,.ujarnya

“Kami disuruh bayar uang Rompi merah harga 100 ribu padahal kami bisa beli ditoko dengan harga yang jauh lebih murah tapi orang tua murid harus wajib membeli Rompi yang diharuskan Pihak Sekolah," ujar kepada MGI


"Kami pernah juga disuruh membeli Lembar kerja Siswa ( LKS ) disalah satu toko yang ditentukan sekolah, harganya bervariasi mulai harga Rp.10.000 sampai Rp.15.000 dan mewajibkan membeli Baju Batik dan Baju Olahraga dengan harga Rp.350.000 "


" Apalagi ada Pungutan Liar sebesar Rp.10.000 / Bulan untuk setiap murid dengan alasan untuk membiayai kebutuhan sekolah seperti membeli Kipas Angin, Cat, dan pernah juga diwajibkan untuk Nonton di Bioskop dengan biaya Rp.50.000 / Siswa yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan pelajaran"

Sebagai orang tua murid, jadi ini adalah putusan sepihak yang terkesan membebani wali murid,” terangnya.


Menurut Arianto Amiruddin ( waketum Lsm Gempa Indonesia ) Bentuk-bentuk Pungutan di Sekolah

Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah melarang dan sudah menerapkan peraturan yang mengatur tentang pungutan di sekolah melalui Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, Pihak sekolah harus paham membedakan antara pungutan dan sumbangan.,


Larangan pungutan disebutkan lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar, bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan dasar Kota Makassar.


Pengertian Pungutan Liar dalam lingkup sekolah adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.


Sedang pengertian Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorang atau lembaga lainnya yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.


Dari dua pengertian diatas, secara jelas dibedakan Pungutan liar bersifat wajib, paksaan dan mengikat, sementara Sumbangan bersifat sukarela dan tidak mengikat.


lanjut Arianto, Larangan bentuk pungutan yang terindikasi Pungli pada lingkungan sekolah karena satuan pendidikan tingkat dasar sudah mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Besar dana BOS peserta didik tingkat SD sebesar Rp 800.000/siswa/tahun, pada tingkat SMP sebesar Rp 1.000.000/siswa/tahun, sedangkan pada tingkat SMA sebesar Rp 1.400.000/siswa/tahun yang disalurkan setiap bulan sesuai dengan aturan tentang Juknis Dana BOS


Pungutan yang sering dilakukan saat pendaftaran sekolah seperti uang pendaftaran, uang bangku sekolah, uang baju sekolah, uang daftar ulang dan uang bangunan,.


Sementara pungutan yang sering dilakukan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah uang SPP/uang komite, uang les, uang buku ajar, uang LKS, uang ekstrakurikuler, uang OSIS, uang study tour, uang perpustakaan, uang pramuka, uang PMI, uang kalender, dana kelas, uang koperasi dan uang denda tidak mengerjakan PR. Pada tahap jelang lulus sekolah, terdapat berbagai pungutan seperti uang UNAS, uang try out, uang bimbingan belajar, uang perpisahan, uang foto, uang membeli kenang-kenangan, dan uang wisuda.


Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.


Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan. Ujar Waketum Lsm Gempa Indonesia


Sementara, Kepala SDN Tidung saat dikonfirmasi berulang kali namun tidak ada respon.


Sedangkan Kadis Pendidikan Kota Makassar saat dihubungi  belum ditanggapi secara serius.


Arianto menjelaskan, dalam dugaan Pungli SDN Tidung Kota Makassar, pihak sekolah bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).


Ditanya akankah pihak sekolah bisa dijerat pasal di UU Tipikor meski pungli itu hasil inisiasi komite sekolah, tetap bisa karena adalah “Itu modus lama, mengatasnamakan atau bekerja sama dengan komite sekolah dan semacamnya,” ujar Arianto Amiruddin


Ia menegaskan, selama pungli itu melibatkan ASN tidak hanya dijerat UU Tipikor, tapi juga pasal penyertaan, yakni pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).


"Arianto Amiruddin menekankan, segala macam bentuk pungutan liar dilarang oleh peraturan perundang-undangan"


“Kebanyakan masih pakai istilah kesanggupan, Kalau kesanggupan atau kemampuan, bisa disebut paksaan secara halus walaupun sebenarnya sangat bertentangan dengan hati orang tua murid karena sumbangan tidak berkaitan dengan kesanggupan maupun kemampuan, tetapi tentang kesediaan.


"oleh sebab itu Kami segera akan melayangkan Surat Laporan ke Kejaksaan Negeri Makassar, Inspektorat Kota Makassar dan BKD Kota Makassar dan Wali Kota Makassar, Karena Pemberantasan pungli di sekolah dapat dilakukan dengan dua cara yakni pencegahan dan penindakan, tutup Arianto Amiruddin".


Mgi/Ridwan Umar

bottom of page