Copot Kepala Sekolah SMAN 22 Gowa, Diduga Arogan dan Timbulkan Trauma pada Guru PPPK
- Ridwan Umar
- 17 Apr
- 2 menit membaca

Copot Kepala Sekolah SMAN 22 Gowa, Diduga Arogan dan Timbulkan Trauma pada Guru PPPK
WWW. / MEDIAGEMPAINDONESIA.COM
Gowa, Sulawesi Selatan – Polemik serius tengah mengguncang lingkungan SMAN 22 Gowa setelah muncul dugaan tindakan arogan dan kebencian dari Kepala Sekolah terhadap salah satu guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), Nurul Farhani, S.Pd.I. Dugaan tersebut mencuat setelah Nurul Farhani mengalami tekanan psikologis hingga harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Khusus Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak 7 November 2024.
Menurut penuturan Nurul Farhani, Kepala Sekolah diduga bersikap diskriminatif dengan tidak memperlakukannya sebagaimana guru-guru lain di sekolah tersebut. Sikap kasar, menunjuk-nunjuk dengan nada tinggi, hingga larangan mengajar membuat Nurul merasa tertekan secara fisiologis, menyebabkan ia jatuh sakit.
Surat keterangan dokter dari RS Khusus yang diterbitkan pada 4 Januari 2025 menyatakan bahwa kondisi NF sudah terkontrol dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Namun, menurut NF, pihak kepala sekolah justru menelusuri keabsahan surat tersebut, bahkan menuduhnya memalsukan dokumen. Lebih jauh, NF mengaku Kepala Sekolah sempat mendatangi dokter yang merawatnya dan meminta surat yang menyatakan Nurul Farhani mengalami gangguan jiwa.
Kepada Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, Nurul Farhani menyampaikan bahwa ia juga pernah dimarahi oleh Kepsek dengan nada tinggi dan dituduh “menceritakan aib kepala sekolah ke mana-mana.” Kepsek juga melarang NF mengajar dan hanya diberi tugas sebagai petugas piket sekolah. Melalui percakapan WhatsApp, Kepsek menyatakan bahwa pelarangan mengajar tersebut demi mencegah risiko, karena ia menganggap NF bisa membahayakan siswa, bahkan menyebut kemungkinan "mencekik leher siswa".
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia menilai tindakan tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah yang seharusnya menjadi sosok pembina, pelindung, dan teladan bagi bawahannya. "Seharusnya Kepsek bisa membina, bukan malah mempermalukan dan menakut-nakuti guru. Ini bukan sikap seorang pemimpin pendidikan," tegasnya.
Nurul Farhani merasa sangat terpukul karena ia juga dikeluarkan dari grup WhatsApp guru SMAN 22 Gowa, yang menurutnya menambah tekanan mental dan mempermalukannya di hadapan rekan-rekan sejawat. Bahkan muncul dugaan Kepala Sekolah sengaja melarangnya mengajar agar Nurul Farhani tidak memperoleh tunjangan profesi guru (TPG) dan agar status PPPK-nya bisa diputus pada tahun 2028.
Berdasarkan surat terbaru yang dikeluarkan oleh dr. Mayamariska Sanusi, Sp.KJ dari RS Khusus Pemerintah Provinsi Sulsel pada 12 April 2025, Nurul Farhani dinyatakan dalam kondisi terkontrol dan dapat beraktivitas seperti biasa, dengan kontrol bulanan ke poli jiwa.
Merujuk pada Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, Kepala Sekolah tidak memiliki kewenangan untuk melarang guru PPPK mengajar atau memindahkan tugas tanpa prosedur resmi melalui Dinas Pendidikan.
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia menegaskan bahwa tindakan Kepala Sekolah tersebut melampaui kewenangan dan dinilai sebagai bentuk arogansi yang merugikan bawahannya secara psikologis, sosial, dan administratif.
"Atas sikap tidak profesional dan tidak manusiawi tersebut, kami mendesak agar Kepala SMAN 22 Gowa segera dicopot dari jabatannya atau minimal dipindahkan. Guru PPPK seperti Nurul Farhani berhak untuk mengajar dan memperoleh TPG sesuai aturan," tegasnya.
Ia juga meminta agar Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, khususnya Kacabdis Wilayah 2 Gowa-Makassar, segera turun tangan dan mencarikan solusi terbaik agar Nurul Farhani dapat mengajar kembali di tempat yang lebih kondusif, sebagai bentuk perlindungan terhadap tenaga pendidik tutupnya.
( MGI / Ridwan U )