Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa untuk Pembuatan Pal Batas Desa di Kabupaten Mamasa, DPP LSM Gempa Indonesia Desak KPK dan Kejati Sulbar Turun Tangan
- Ridwan Umar
- 8 Nov
- 3 menit membaca

Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa untuk Pembuatan Pal Batas Desa di Kabupaten Mamasa, DPP LSM Gempa Indonesia Desak KPK dan Kejati Sulbar Turun Tangan
Mamasa, Sulawesi Barat — Dewan Pimpinan Pusat (DPP LSM Gempa Indonesia) menyoroti dugaan kuat penyalahgunaan Dana Desa di Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat, yang digunakan untuk membiayai proyek pembuatan pal batas antar desa yang dikerjakan oleh Kodam VII/Hasanuddin melalui satuan Topografi TNI.
Berdasarkan hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) DPD I LSM Gempa Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, diketahui bahwa proyek pal batas desa tersebut dibebankan pada Dana Desa di masing-masing desa. Di Kabupaten Mamasa terdapat 168 desa dan kelurahan, dan dari hasil penelusuran, sekitar 120 desa telah menyetor dana sebesar Rp55 juta per desa untuk membiayai pekerjaan tersebut.
Dengan asumsi tersebut, total dana yang terserap mencapai sekitar Rp6,6 miliar yang seluruhnya bersumber dari anggaran Dana Desa tahun 2023–2024. Dugaan praktik ini diduga difasilitasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Mamasa) yang bekerja sama dengan sejumlah kepala desa.
Dugaan Pelanggaran Regulasi
Ketua Umum DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin, SH Karaeng Tinggi, menjelaskan bahwa penggunaan Dana Desa untuk kegiatan yang tidak tercantum dalam prioritas penggunaan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023, yang menegaskan bahwa Dana Desa hanya dapat digunakan untuk:
Peningkatan ekonomi masyarakat,
Peningkatan kualitas SDM,
Dukungan terhadap penanggulangan kemiskinan, dan
Program ketahanan pangan, kesehatan, serta pembangunan infrastruktur dasar yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.
Pembuatan pal batas desa tidak termasuk dalam prioritas tersebut, karena pembangunan batas wilayah desa seharusnya dibiayai melalui APBD atau APBN, bukan Dana Desa.
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 72 ayat (2) dan (3), menegaskan bahwa Dana Desa harus digunakan sesuai dengan kewenangan desa berdasarkan peraturan dan rencana kegiatan yang telah disepakati melalui Musyawarah Desa (Musdes) dan tercantum dalam APBDes.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa, serta Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, juga menekankan bahwa setiap pengeluaran harus sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).
Bila digunakan di luar ketentuan tersebut, maka termasuk dalam kategori penyimpangan anggaran atau penyalahgunaan wewenang.
Potensi Sanksi Hukum
Atas dugaan penyimpangan penggunaan Dana Desa ini, kepala desa dan pejabat PMD Kabupaten Mamasa yang terlibat dapat dijerat dengan:
Pasal 3 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur bahwa:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, diancam dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Selain itu, pelanggaran tata kelola Dana Desa dapat dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian kepala desa, serta tuntutan pengembalian kerugian negara sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2023.
Desakan LSM Gempa Indonesia
Ketua Umum DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin, SH Karaeng Tinggi, menegaskan bahwa tindakan memungut dana dari setiap desa untuk pembiayaan kegiatan yang bukan prioritas penggunaan Dana Desa merupakan bentuk penyalahgunaan anggaran publik.
“Kami menduga ada kerja sama antara oknum di Dinas PMD dan sejumlah kepala desa untuk mengumpulkan dana sebesar Rp55 juta per desa guna membiayai proyek pal batas yang seharusnya dibiayai oleh APBD atau kementerian terkait, bukan dari Dana Desa,” tegas Amiruddin.
DPP LSM Gempa Indonesia mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat segera turun tangan melakukan penyelidikan atas kasus ini.
“Dalam waktu dekat kami akan melaporkan secara resmi kasus ini ke KPK dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat agar dilakukan audit dan penyelidikan menyeluruh. Negara tidak boleh diam terhadap dugaan penyalahgunaan Dana Desa yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah,” pungkas Amiruddin.
DPP LSM Gempa Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus mengawal transparansi dan akuntabilitas penggunaan Dana Desa, agar dana tersebut benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk proyek yang tidak sesuai ketentuan tutupnya.
(MGI / Red.)






















































