Perusahaan Di Bidang SPBU Pertamina Diduga Langgar UU Ketenagakerjaan, PHK Karyawan 20 Tahun Masa Kerja, Hanya Di Janji 3 Bulan Gaji
- Ridwan Umar
- 16 Mei
- 2 menit membaca

Perusahaan Di Bidang SPBU Pertamina Diduga Langgar UU Ketenagakerjaan, PHK Karyawan 20 Tahun Masa Kerja Hanya Di Janjikan 3 Bula Gaji.
Makassar – Ketua LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, mengecam keras dugaan pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh salah satu perusahaan di Kota Makassar, PT. PR tersebut dilaporkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap seorang karyawan bernama Tr yang telah mengabdi selama 20 tahun, namun hanya dijanjikan kompensasi sebesar tiga bulan gaji.
Tak hanya itu, hasil penelusuran dan investigasi LSM Gempa Indonesia juga mengungkap bahwa karyawan atas nama Tr tersebut selama ini menerima upah di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku di Kota Makassar.
“Ini adalah bentuk eksploitasi yang terang-terangan melanggar hukum. Karyawan yang telah mengabdi selama dua dekade, bukan hanya tidak dihargai, tapi juga diberi gaji di bawah UMR dan diberhentikan dengan janji tiga bulan gaji saja. Ini pelecehan terhadap hak-hak pekerja yang dilindungi undang-undang,” tegas Amiruddin, Jumat (16/5/2025).
Amiruddin menegaskan bahwa tindakan perusahaan tersebut bertentangan dengan:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, serta PHK
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI terkait pengupahan dan pemutusan hubungan kerja
Menurut ketentuan tersebut, karyawan dengan masa kerja 20 tahun berhak atas:
Uang Pesangon sebesar 9 bulan gaji
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sebesar 10 bulan gaji
Uang Penggantian Hak, termasuk cuti yang belum diambil, THR proporsional, dan tunjangan lain
Total hak normatif pekerja tersebut setidaknya mencapai 19 bulan gaji, bukan hanya tiga bulan seperti yang dijanjikan.
“Kalau perusahaan ini tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka LSM Gempa Indonesia akan melaporkan secara resmi ke Dinas Ketenagakerjaan, bahkan melanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Ini tidak bisa dibiarkan, apalagi menyangkut upah di bawah UMR yang jelas melanggar Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan,” tegas Amiruddin.
Amiruddin juga menyerukan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, untuk tidak tinggal diam atas pelanggaran ini. LSM Gempa Indonesia akan melengkapi laporan dengan bukti-bukti dan dasar hukum yang kuat.
“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Kami tidak ingin ada lagi pekerja yang dizalimi di negeri ini. Perusahaan tidak boleh semena-mena hanya karena karyawannya tidak bersuara. LSM Gempa Indonesia akan jadi suara mereka,” pungkasnya.
( MGI/RDJ )