Kritik Keras Dialamatkan ke Kementerian Pendidikan dan Kemenag, Banyak peserta didik baru kesulitan mendapatkan akses ke pendidikan yang layak.
- Ridwan Umar
- 2 hari yang lalu
- 2 menit membaca

Banyak peserta didik baru kesulitan mendapatkan akses ke pendidikan yang layak.
Makasar, 28 Mei 2025 — Ketua Dewan Pimpinan Pusat LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, menyuarakan keprihatinannya terhadap realitas pendidikan saat ini, khususnya di Sulawesi Selatan. Banyak peserta didik baru, menurutnya, kesulitan mendapatkan akses ke pendidikan yang layak, terutama di jenjang SMP dan SMA, serta lebih parah lagi di lembaga pendidikan agama seperti Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN).
Dalam keterangannya kepada media, Amiruddin menilai bahwa sistem pendidikan nasional di era reformasi ini telah gagal memberikan hak dasar anak untuk memperoleh pendidikan yang layak, sebagaimana diatur dalam konstitusi dan berbagai regulasi pemerintah.
> "Hak anak didik sebagai generasi penerus bangsa saat ini justru dibatasi oleh sistem yang diskriminatif. Banyak anak-anak yang cerdas dan punya semangat belajar tinggi, namun gagal masuk ke sekolah favorit hanya karena keterbatasan daya tampung. Ini bukan salah mereka, tapi kegagalan negara dalam memenuhi kewajibannya," tegas Amiruddin.
Ia menambahkan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan, sekolah-sekolah favorit yang tersedia sangat terbatas, sehingga menciptakan kesenjangan pendidikan yang tajam. "Hanya ada segelintir SMP dan SMA unggulan yang tersedia, sementara sekolah lainnya masih tertinggal dari sisi fasilitas, tenaga pengajar, dan kualitas pengajaran. Ini jelas tanggung jawab Menteri Pendidikan," lanjutnya.
Lebih lanjut, Amiruddin menyoroti minimnya perhatian dari Kementerian Agama terhadap pengembangan pendidikan agama di wilayah tersebut. "Jumlah MTs dan MAN di Sulsel sangat sedikit. Di Kota Makasar saja, hanya ada beberapa madrasah negeri. Banyak peserta didik baru yang ingin menuntut ilmu di madrasah agama, tapi tidak tertampung. Anehnya, Kemenag Sulsel seolah tidak peduli," ujarnya.
Dasar Hukum yang Dilanggar
Amiruddin menekankan bahwa kondisi ini tidak hanya mencerminkan kelalaian moral, tetapi juga melanggar sejumlah ketentuan hukum nasional, antara lain:
1. Pasal 31 Ayat (1) dan (2) UUD 1945:
> "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pemerintah wajib membiayai dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa."
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
Pasal 5 Ayat (1): "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu."
Pasal 11 Ayat (1): "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan serta kemudahan, dan menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi."
3. Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 (perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002):
Pasal 9 Ayat (1): "Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya."
4. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan:
Pasal 3: "Penyelenggaraan pendidikan bertujuan memberikan akses dan mutu yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat."
Tuntutan LSM Gempa Indonesia
LSM Gempa Indonesia melalui Ketua Umumnya mendesak:
1. Menteri Pendidikan untuk segera mengevaluasi sistem zonasi dan memperbanyak sekolah berkualitas di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah yang selama ini terpinggirkan.
2. Kementerian Agama agar serius mengembangkan MTs dan MAN secara merata di seluruh provinsi, termasuk Sulawesi Selatan.
3. Pemerintah pusat dan daerah segera membangun sarana dan prasarana pendidikan yang setara antar sekolah agar tidak ada lagi dikotomi "favorit" dan "non-favorit".
“Negara harus hadir dan bertanggung jawab. Jangan biarkan anak-anak bangsa ini kehilangan masa depan hanya karena sistem yang tidak adil,” pungkas Amiruddin.
MGI / Redaksi