Kepala Dusun Lembaya Diduga Terlibat Penjualan Ilegal Tanah Garapan Lelaki Kamasin bin Lepu
- Ridwan Umar
- 6 Okt
- 3 menit membaca

Kepala Dusun Lembaya Diduga Terlibat Penjualan Ilegal Tanah Garapan Lelaki Kamasin bin Lepu
Gowa – Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, menyoroti keras tindakan Kepala Dusun Lembaya, Desa Rappalemba Kecamatan Tompobulu , Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang diduga turut berperan dalam penjualan tanah kebun yang telah dikuasai dan digarap oleh lelaki Kamasin bin Lepu sejak tahun 1988 sampai sekarang.
Tanah kebun yang terletak di Dusun Lembaya tersebut dijual secara diam-diam oleh lelaki Sudi bin Meru dan lelaki Sampe bin Sarido, tanpa seizin maupun sepengetahuan Kamasin, yang selama lebih dari 37 tahun menjadi penggarap tetap (bizzetter) lahan tersebut. Parahnya, menurut informasi yang beredar, pembeli tanah tersebut adalah adik ipar Kepala Dusun Lembaya, sehingga menimbulkan dugaan kuat adanya konflik kepentingan dan praktik penyalahgunaan jabatan.
Lelaki Kamasin bin Lepu kepada Ketua DPP LSM Gempa Indonesia menjelaskan bahwa tanah kebun tersebut berasal dari orang tuanya, almarhumah Saima binti Digga, dan telah dikuasai secara turun-temurun. Namun, pada 4 Oktober 2025, Kepala Dusun Lembaya datang bersama oknum polisi berseragam ke lokasi kebun dan melarang lelaki Kamasin serta keluarganya menggarap tanah tersebut, dan membuktikan ancaman sebelumnya bahwa bila mana Kamasin dan keluarganya menggarap, maka kepala dusun akan menelpon polisi untuk menangkap Kamasin dan keluarganya.
“Kepala dusun seharusnya menjadi penengah, bukan berpihak dan menakut-nakuti warga. Kalau Kepala Dusun Lembaya memahami hukum, mestinya mengarahkan lelaki Sudi bin Meru dan lelaki Sampe bin Sarido untuk menggugat Lelaki Kamasin bin Lepu di Pengadilan Negeri Gowa, bukan malah ikut serta dalam tindakan main hakim sendiri,” tegas Amiruddin.
Amiruddin juga menegaskan bahwa berdasarkan hukum perdata, seseorang yang telah menguasai suatu objek tanah dalam waktu lama tanpa gangguan, secara hukum memiliki hak penguasaan atas tanah tersebut.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1977 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata) yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang menguasai benda tak bergerak dengan itikad baik dan terus menerus selama waktu tertentu, maka ia dapat memperoleh hak milik melalui daluwarsa (verjaring).”
Selain itu, tindakan kepala dusun yang mendatangkan aparat kepolisian untuk mengintimidasi warga dianggap sebagai pelanggaran terhadap Pasal 421 KUHP, yang berbunyi:
“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
Tidak hanya itu, keterlibatan oknum Bhabinkamtibmas Desa Rappalemba dalam persoalan perdata seperti ini merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa setiap anggota Polri wajib:
1. Bertindak netral dalam menangani perkara masyarakat,
2. Tidak boleh berpihak dalam konflik kepemilikan atau sengketa perdata,
3. Tidak boleh menggunakan atribut atau kewenangan kepolisian untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Amiruddin menegaskan, LSM Gempa Indonesia telah melaporkan dugaan keterlibatan oknum polisi tersebut ke Polda Sulawesi Selatan, karena dianggap melanggar prinsip netralitas dan mempergunakan atribut kepolisian untuk menakut-nakuti warga sipil.
“Jika terjadi sesuatu di lahan kebun tersebut, maka yang bertanggung jawab adalah Kepala Dusun Lembaya. Ia telah melampaui kewenangannya dengan melakukan tindakan sewenang-wenang yang berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat,” ujar Amiruddin.
Lebih lanjut, Ketua DPP LSM Gempa Indonesia mendesak Bupati Gowa untuk segera memanggil dan memeriksa Kepala Dusun Lembaya atas dugaan pelanggaran hukum administratif, karena seorang kepala dusun tidak memiliki kewenangan menjual atau menyetujui penjualan tanah garapan warga tanpa dasar hukum dan tanpa keputusan pengadilan.
Amiruddin menutup keterangannya dengan menegaskan:
> “Negara kita adalah negara hukum. Tidak boleh ada siapapun, apalagi aparat desa, yang bertindak di luar hukum. Jika hukum desa dikesampingkan demi kepentingan keluarga atau kerabat, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah desa. Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas.”
Dasar Hukum yang Ditegaskan oleh Ketua DPP LSM Gempa Indonesia:
1. KUHPer Pasal 1977 ayat (1) – Hak penguasaan tanah berdasarkan penguasaan lama.
2. KUHP Pasal 421 – Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat.
3. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) huruf b – Kepala desa dan perangkatnya wajib menegakkan hukum dan ketertiban, bukan melanggar hukum.
4. Perkap No. 7 Tahun 2022 – Kode Etik Profesi Polri (larangan keberpihakan dalam sengketa perdata)
Dari hasil konfirmasi pihak Media pada kepala dusun Lembaya.menyampaikan menyuruh media menelusuri.untuk tanah yg di klaim Gamasing itu bukan punya Gamasing tapi punya dari sampe binti sarido' dan Sudi' binti Rabasia.insyaAllah saya ada bukti dan lengkap,untuk informasi lebih jelas bisa datang di kediaman saya di dusun lembaya Desa Rappolemba.
"Silahkan telusuri kebenaran nya pak, dan untuk imformasi lebih jelas silahkan datang ke dusun lembayya desa Rappolemba." Jawabnya.
(MGI /Rdj )






















































