Redaksi Media Gempa
DPP Lsm Gempa Indonesia Desak Kapolda Tuntaskan Kasus Pungli di UNM .
MEDIAGEMPAINDONESIA.COM, MAKASSAR -Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia menanggapi Isi rekaman dugaan pungli CPNS UNM dimana lagi ada tanda terima kasih Rp 55 Juta, di sebut Rektor-Dekan,kasus ini sangat jelas .
Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulsel telah menyita dua rekaman yang diduga terkait dengan kasus pungli penerimaan CPNS di Universitas Negeri Makassar (UNM). Dua bukti rekaman suara yang disita masing-masing berdurasi 11 menit dan 6 menit adalah dua alat bukti permulaan yang cukup dan dua orang berbicara dalam rekaman yang berdurasi 11 menit dan berdurasi 6 menit sudah 2 orang saksi dalam kasus , maka tidak ada alasan kasus ini untuk di tingkat dari penyelidikan ke penyidikan dan sudah alasan Rektor dan dekat tidak jadi tersangka.
Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia Amiruddin SH Karaeng Tinggi menjelaskan kepada awak media bahwa dalam rekaman tersebut terungkap ada tanda terima kasih sebesar Rp 55 juta yang disetorkan CPNS kepada seseorang yang bersangkutan di sebut sebagai perantara, CPNS dan perantara adalah saksi , rekaman yang berdurasi 11 menit dan berdurasi 6 menit ditambah alat bukti berupa tanda terima Rp. 55 juta adalah alat bukti yang kuat, artinya kasus pungli ini yang melilit di pusaran Universitas Negeri Makassar ( UNM ) sudah terang benderang dan penyidik seharusnya sudah menetapkan minimal 2 orang tersangka yang mana adalah dekan dan Rektor UNM .
Ia mengaku tanda terima kasih itu untuk rektor yang diserahkan melalui dekan. Nilainya pun disebut secara gamblang. Rp 55 juta.
Hanya saja, dalam rekaman tidak secara eksplisit disebut nama rektor maupun dekan yang dimaksud.
Dalam rekaman yang beredar juga ada nama-nama yang disebutkan selain Rektor dan Dekan. Nama-nama itu diduga merujuk pada staf dan pegawai UNM.
Berikut beberapa transkrip rekaman yang berhasil disadur.
Pertama, terjadi percakapan antara CPNS pemberi ucapan terima kasih dengan perantara yang akan menerima uang. Di mana CPNS menanyakan soal kepastian setoran kepada rektor.
"Mauka tanyakan tentang itu tidak sibuk jiki?" kata peminta setoran.
"Tidak ji kak," jawab CPNS.
Lalu perminta setoran melanjutkan kalimatnya.
"Yang pernah saya tanyaki bilang ada dikumpul untuk pak rektor, kita ingat ji to belum piki kutanya jumlahnya. Begini mi pale dek supaya bisa ki ketemu juga sama bu dekan to. Sudah mi ditanya juga bilang saya mi yang kasih tahu ki nominalnya. Itu sama yang lain rata 55 (Rp 55 juta). Tidak pernah ada yang tanyaki kah?," ujar peminta setoran yang katanya diberikan wewenang menyampaikan kepada CPNS.
Lalu dijawab oleh pemberi setoran yang berstatus CPNS. "Belum kak. Belum ada yang tanya kak," katanya.
Sang peminta setoran mengakui, dulu ia juga menyetor saat diangkat jadi CPNS. Tapi nilainya lebih kecil. Rp35 juta.
"Ndak pernah ki ditanya? Kita dengar tadi 55 (Rp55 juta). Kagetka saya juga kaget. Tapi begitu ji memang dek karena saya tahun lalu begitu ji juga tapi jumlahnya ndak segitu. Saya tahun lalu 35 (Rp35 juta). Tahun sebelumnya to 35. Dan ini naikki ternyata dan memang katanya selalu naik bede," tuturnya.
Sang peminta setoran, juga mengingatkan CPNS bersangkutan agar pembicaraan itu tidak sampai bocor.
"Kalau bisa jangan terlalu banyak yang tahu karena sempat ini bede berita bocor sampai ke Dinkes Provinsi. Jadi sempat ada yang bocor sampai Dinkes Provinsi jadi itu mi sempat ada sesuatu di fakultas. Memang berat sih dek ku akui ji. Saya juga yang dengar kaget tapi begitu mi kalau mauki diaktifkan di sana, bagaimana di, cara bilangnya. Ndak baik sih sebenarnya tapi ya sudahlah karena begitu mi kenyataannya," urainya.
Sang peminta setoran juga mengungkapkan jika ada grup khusus yang dipegang oleh dekan langsung. Grup ini kata dia, khusus bagi calon PNS yang diakomodir.
"Kalau mau ki diaktifkan di sana , sering dipanggil sana sini banyak kegiatan ta, ya itu begitu. Ndak masuk piki di grup kah? Grup CPNS, grup CPNS fit yang ada bu dekan, yang dipegang sama bu dekan yang itu. Karena di situ mi info-infonya kalau ndak salah itu kalian terima SK bulan Maret. Jadi kalau bisa to bulan ini kita kumpul mi kalau bisa ki. Kalau misalnya ada kendala ta tanya ki pak (ia menyebut nama seseorang)," terang dia.
"Mau ki ke kampus kah kalau misalnya mau ki konsultan atau apa-apa to karena saya ini cuman disuruh sampaikan sama kita tentang nominalnya," ucap peminta setoran.
Peminta setoran juga menceritakan terkait keterlibatan seseorang dalam praktik setor menyetor ini. Ia lalu menyebut nama seseorang berinisial A yang ikut menjadi perantara.
Sementara calon PNS yang dimintai setoran mengaku belum diberitahu soal nominalnya. Ia mengaku cuma sebatas tahu ada ucapan terima masih. Tapi nilainya tak jelas.
"Belum pi waktu itu karena kan itu hari mau ngomong berdua sama Pak A (nama seseorang) to baru kutanya mi Pak A bilang katanya kita ada yang mau dibicarain, eh malah saya disuruh ikut pelatihan itu. Pelatihan RPS Kesmetot itu," ujar CPNS yang dimintai setoran Rp 55 juta
"Terus habis itu aku beberapa kali ini juga kan, terus bilang juga ke pak A bilang pak saya kan belum ketemu bu dekan, saya mau coba ketemu Bu dekan. Cuman waktu itu pak A udah cariin tapi Bu dekannya gak ada," katanya.
Sementara itu rekaman pembicaraan kedua antara CPNS yang dimintai setoran konfirmasi ke salah satu CPNS lainnya. Dari rekaman pembicaraan kedua, peminta setoran mengaku bahwa dekan yang menentukan nominal setoran.
"Berapa kak? 5 berapa kak? 55 apa tu kak lima puluh lima. Nanti coba saya tanya keluarga saya kak," kagetnya saat dimintai 55.
"Belum pi ki kah ketemu dekan? Apa na bilang sama kita Pak A?" tanya peminta setoran lagi pada rekaman kedua.
Lalu pemberi setoran menjawab
"Ada kak tapi ada nominalnya ditentukan, tidak tahu karena kemarin itu sebelum ketemu rektor dihubungi ki satu-satu untuk ke kampus. Nah pas ka ke kampus bertiga ka, ketemu ka kak R sama kak M jadi bertiga ka menghadap. Nah itu bertiga kah sama ka ceritanya nominalnya yang disebutkan sama bu dekan, makanya ku bilang ketemu ki dulu sama bu dekan," ujar CPNS tadi.
"Nda bu dekan langsung kak. Ya orangnya lah," katanya.
Peminta setoran lalu mempertegas kembali soal setoran ke rektor.
"Makanya dari kemarin-kemarin ku tanya terus ki sudah miki kah ketemu sama bu dekan, paling tidak selain kenalan mau ki juga nah kasih tahu tentang tanda terima kasih begitu to. Mau dikasih ke rektor, hari Senin to kak datang miki ke kampus ada jih pasti bu dekan, karena ada itu nominalnya kak ndak yang terserah kita berapa to," ucapnya.
"Kalau saran ku to kak secepat mungkin miki untuk ketemu sama bu dekan, karena mau ka sebutkan nominalnya tapi takut ka bukan wewenang ku kasih tahu ki to. Jadi ku kasih tahu miki saja siap-siap miki, kalau saya menurut ku itu menguras bagi saya kak nah, kalau saya to kak nominalnya banyak menurut ku jadi siap-siap miki itu kubilang bukan dari kita bilang seikhlasnya kita tanda terima kasih dalam bentuk apa begitu to bukan," katanya.
Sementara CPNS yang dimintai setoran mengonfirmasi ke salah satu CPNS yang diduga telah memberikan setoran (ucapan terima kasih) yang tidak diketahui berapa setorannya.
"Halo malam aku gak ganggu kan ya, ada mau kutanya ki, itu hari yang masalah ketemu rektor to cuman kan belum sempat ka. Jadi kayak disuruh menghadap dulu begitu. Nda ku tahu ada kayak ucapan terima kasih ka di kasih ke ini beliau pak rektor. Nah ini baru mau ketemu cuman kan itu kemarin beberapa kali mi ke kampus ka ya kan nah bu dekan itu tidak ada. Terus pascanya kita ramah tamah beberapa kali ka juga hampir tiap hari mi ke kampus, cuman bu dekan mungkin lagi sibuk atau gimana," ujarnya.
"Ada iya ku dengar kalau misalnya, kak ini yang info ini biasa ada di bawah gitu. Cuman kan ndak gabung ka di grup yang CPNS itu, yang katanya ada bu dekan ya di dalam makanya mau ka bertanya," katanya
"Oo ada nominalnya, nominalnya beda-beda masing-masing orang atau gimana sih? Itu lewat siapa ji o lewat orangnya yang ditentukan. Belum pa sempat karena pas ku lagi ini tante habis kena Covid jadi satu rumah harus diisolasi mandiri. Nah pas udah selesai isoman-nya langsung ini muncul edarannya UNM lock down, makanya ku bilang waduh," jelasnya
Dalam dua rekaman yang beredar hanya sekali disebut nama UNM. Yakni saat mereka menyebut UNM lockdown.
Dari pembicaraan ini diduga rekaman ini terjadi saat puncak pandemi Covid-19. Antara tahun 2021 dan 2022.
Sebab dalam rekanan disebutkan bahwa UNM lockdown. Beberapa kali rektor dan dekan juga disinggung namun tidak secara eksplisit disebutkan namanya.
Hal ini juga sudah diklarifikasi Rektor UNM Husain Syam. Husain mengakui bahwa dalam rekaman ada rektor yang disebut. Namun tidak jelas itu rektor mana.
"Karena mereka cuma bilang rektor. Tidak ada nama yang disebut. Jadi silakan diusut," ucap Husain.
Dua rekaman terkait alat bukti yang sudah disita oleh penyidik Polda Sulawesi Selatan dan ditanggapi oleh Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia Amiruddin .SH Kareng Tinggi selaku kontrol sosial bahwa Menurut Rektor UNM ( Husain Syam ) dalam rekaman tidak menyebut nama rektor sehingga Husain Syam katakan dalam pemberitaan beberapa media silahkan diproses lanjut karena dalam dua rekaman tersebut tidak sebut nama rektor.
Ditambahkan lagi oleh Amiruddin SH Kareng Tinggi bahwa demi nama baik kedepan Universitas Negeri Makassar (UNM ) dan demi menegakkan hukum dan pemberantasan Korupsi,Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) kasus ini harus tuntas tutupnya.
Mgi / Ridwan.
Comments