DPP LSM Gempa Indonesia Desak Kejari Makassar Periksa Kadis Perhubungan Kota Makassar Terkait Dugaan Korupsi di Terminal Mallengkeri !!!
- Zainal Munirang
- 16 Okt 2024
- 2 menit membaca

Makassar 16 Oktober 2024 –
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia Amiruddin SH Karaeng Tinggi mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Perhubungan Kota Makassar terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan distribusi Terminal Mallengkeri.
Hal ini muncul setelah Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia numpang lewat di terminal Mallengkeri dan membayar distribusi dan adanya keluhan dari masyarakat mengenai pungutan sebesar Rp7.000,00 (tujuh ribu rupiah) yang dikenakan kepada setiap kendaraan yang melewati terminal tersebut.
Menurut Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, pungutan tersebut dipertanyakan karena sejak dibangunnya Terminal Mallengkeri tidak pernah ada perbaikan infrastruktur, baik dari sisi rehabilitasi bangunan terminal maupun perbaikan jalan di sekitar area terminal. Ia mempertanyakan, "Ke mana aliran dana dari distribusi Terminal Mallengkeri tersebut !!!! Setiap kendaraan yang melewati terminal harus membayar Rp7.000,00, namun kondisi terminal justru semakin memprihatinkan."
Ia juga menyoroti kondisi fisik terminal yang dianggap sudah tidak layak pakai.
"Terminal Malangkeri kini tidak ubahnya seperti pemukiman kumuh. Bangunan-bangunan di dalamnya sudah hampir roboh dan terlantar, namun anehnya pungutan tetap dilakukan. Kondisi ini tentu menimbulkan kecurigaan tentang dugaan penyalahgunaan dana," tegasnya.
Ketua DPP LSM Gempa Indonesia mengingatkan bahwa tindakan ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ia berharap pihak Kejari Makassar dapat segera bertindak dan mengusut tuntas kasus ini untuk menegakkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana publik tersebut tutupnya.
MGI/Ridwan Umar.