top of page

DPP LSM Gempa Indonesia Soroti Ketidakhadiran Wakil Bupati Gowa dalam Sidang Dugaan Korupsi Proyek Jalan Rp 7,4 Miliar

  • Gambar penulis: Ridwan Umar
    Ridwan Umar
  • 2 hari yang lalu
  • 2 menit membaca

DPP LSM Gempa Indonesia Soroti Ketidakhadiran Wakil Bupati Gowa dalam Sidang Dugaan Korupsi Proyek Jalan Rp 7,4 Miliar




Makassar, 23 Juli 2025 — Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan ruas jalan Sabbang – Tallang, Kabupaten Luwu Utara, kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar pada Selasa (22/07/2025). Agenda persidangan menghadirkan sejumlah saksi, termasuk Darmawansyah Muin, yang kini menjabat sebagai Wakil Bupati Gowa periode 2024–2029. Namun, untuk keempat kalinya, Darmawansyah kembali mangkir dari panggilan sidang.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar Darmawansyah Muin dihadirkan secara paksa sebagai saksi penting, mengingat keterlibatannya yang disebut dalam dakwaan sebagai pengusul anggaran proyek saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam dakwaan, ia juga disebut memiliki kedekatan khusus dengan terdakwa utama, mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel, Sari Pudjiastuti.


Namun, Ketua Majelis Hakim, Andi Musyafir, menyatakan ketidakhadiran Darmawansyah sah secara hukum berdasarkan Pasal 159 dan 162 KUHAP, dan memerintahkan agar keterangan BAP Darmawansyah dibacakan dalam persidangan. Di sisi lain, majelis hakim justru menetapkan upaya jemput paksa terhadap saksi Andi Fajar Sakti Mannarai, yang juga telah empat kali mangkir, meskipun posisinya hanya sebagai staf Darmawansyah saat masih menjabat di DPRD.


Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, mempertanyakan ketimpangan perlakuan hukum tersebut. Menurutnya, terdapat kejanggalan dalam sikap majelis hakim yang menolak permohonan jaksa untuk menjemput paksa Darmawansyah Muin, namun mengabulkan permohonan serupa terhadap saksi lain yang levelnya jauh di bawah.


> “Ada apa dengan majelis hakim dan jaksa? Kenapa yang hanya staf bisa dijemput paksa, sedangkan pejabat publik seperti Wakil Bupati Gowa malah dilindungi dengan dalih hukum? Ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat soal keseriusan pemberantasan korupsi di Sulawesi Selatan,” tegas Amiruddin.


Amiruddin juga menyoroti posisi strategis Darmawansyah sebagai Wakil Bupati Gowa saat ini. Ia menilai bahwa ketidakhadiran berulang dalam persidangan justru semakin menumbuhkan kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.


> “Jika Darmawansyah Muin memang tidak terlibat, maka sebagai pejabat publik yang menjabat Wakil Bupati Gowa, seharusnya beliau hadir dan memperlihatkan bahwa dirinya taat hukum serta tidak anti terhadap proses hukum. Ini juga penting untuk menjaga nama baik Pemerintah Kabupaten Gowa,” ujar Amiruddin.


Amiruddin mendesak Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Darmawansyah Muin secara resmi sebagai pihak yang diduga mengetahui dan terlibat dalam proses awal proyek senilai Rp 7,4 miliar tersebut, yang berdasarkan hasil audit BPK telah merugikan keuangan negara.


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara, dapat dikenakan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor, dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.


Amiruddin menegaskan bahwa LSM Gempa Indonesia akan terus mengawal kasus ini dan menyerukan penegakan hukum yang adil tanpa tebang pilih. Ia menegaskan bahwa aparat hukum harus membuktikan keberpihakan kepada kebenaran dan keadilan, bukan kepada kekuasaan.

“Hukum harus berdiri tegak tanpa pandang bulu. Jangan biarkan publik menilai bahwa aparat penegak hukum kita tunduk pada kekuasaan atau jabatan politik,” tutup Amiruddin SH Karaeng Tinggi.



(MGI / Redaksi.)


 
 
bottom of page