top of page
  • Gambar penulisRedaksi Media Gempa

Serobot Tanah Polisi Periksa Polisi Keluar SP2HP A2 , Tim Hukum Lsm Gempa Indonesia Ajukan Gelar Perkara Khusus di Polda dan Mabes .



Alas Hak Pelapor adalah Rincik C1 tahun 1976 , Riwayat Tanah tahun 1991 , Pembayaran PBB mulai tahun 1980 sampai 2024, penyidik polres Gowa unit Tahban diduga kesampingkan, menurutnya alas hak sah dan kuat adalah sertifikat hak milik, pendapat seperti itu relatif karena ada banyak sertifikat hak milik digugurkan dan dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara ( TUN ) korban penyerobotan tanah disuruh oleh penyidik tempuh jalur hukum lain ( perdata).

Penghentian penyelidikan (SP2HP A2) yang dikeluarkan oleh penyidik Polres Gowa karena alas hak pelapor hanya berupa Rincik C1 tahun 1976 dan bukti pembayaran PBB mulai tahun 1980 sampai tahun 2024 dan riwayat tanah yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia tahun 1991, surat rincik milik pelapor diduga tak diakui penyidik polres Gowa sehingga mengeluarkan SP2HP A2 karena pertimbangan alas hak yang sah dan kuat adalah sertifikat, hal ini ditanggapi oleh mantan penyidik senior AKBP purnawirawan polisi Andi Kamaluddin,SH.


Andi Kamaluddin ,SH selaku mantan penyidik senior heran terhadap pendapat penyidik atau penyidik pembantu, bukannya mengalami kemajuan dalam hal penafsiran menjalankan aturan perundang- undangan yang lebih terang , tapi malah membuat gelap apa yang dikehendaki oleh aturan hukum tersebut dan kalau Rincik bukan alas hak maka penyerobotan tanah di Gowa tidak akan bisa diatasi karena 90 persen tanah adat yang suratnya adalah Rincik, sertifikat itu terbit berdasarkan rincik jika tanah adat, tanah negara bisa disertifikatkan berdasarkan hak penguasaan.


Dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam kasus seperti penyerobotan tanah yang perlu diperhatikan adalah perbuatan seseorang yang bersifat melawan hukum tentunya setiap manusia yang hidup di Negara Republik Indonesia tidak bisa melakukan tindakan main hakim sendiri ( Ecuretting) , kalau memang lokasi tanah tersebut ada dalam penguasaan orang lain walaupun mempunyai surat surat yang ada hubungannya dengan lokasi tanah tersebut bukan berarti putar kumis untuk langsung mengambil alih tanpa persetujuan yang menguasai dan apabila itu terjadi berarti disitulah unsur pidananya karena perbuatannya, bukan siapa pemilik atau bukan pemilik karena itu rana perdata .


Lanjut Andi Kamaluddin,SH, penyidik seharusnya mampu membedakan mana unsur pidana dalam perbuatan tersebut sesuai modus operandinya , yang berwenang untuk menempatkan penyidik maupun penyidik pembantu tidak sembarangan atau hanya sekedar pendekatan kepada atasan karena ada apanya, hal seperti inilah yang dapat merusak citra Polri dalam pelayanan penegak hukum.


Ditambahkan lagi oleh purnawirawan AKBP Andi Kamaluddin.SH, mantan penyidik senior bahwa , Penguasaan secara paksa atau melawan hukum artinya sebelum perbuatan melawan hukum itu terjadi ada orang yang sudah menguasai atau sedang menguasai terdahulu disitulah unsur pidananya yang seharusnya bagi pelaku melawan hukum itu harus menempuh jalur hukum perdata bukan main hakim sendiri, kalau itu terjadi berarti pelaku melakukan pelanggaran pidana dan memenuhi unsur materil (KUHP ) dan formilnya (KUHAP ).


Lebih lanjut lagi diibaratkan , bagaimana jika penyidik menerima pengaduan atau menemukan sendiri perbuatan zina , apakah yang merasa dirugikan di suruh dulu membuktikan surat nikahnya melalui pengadilan agama , tentang benarkah istrinya atau suaminya sesuai surat nikah itu dan satu sisi perampas istri orang atau suami dibiarkan begitu saja untuk dikuasai ,hal ini catatan bagi yang beragama Islam dan agama lain,ada pengecualian dalam pasal 279 KUHP .


Terduga Pelaku penyerobotan tanah adalah 2 orang oknum anggota polisi seharusnya tidak pantas melakukan hal itu karena dialah sebagai ujung tombak pelayan terkhusus penegakan hukum terdepan, bagaimana masyarakat umum yang hanya tahu ada hukum tapi tak paham dan tidak mengerti hukum.


Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia Amiruddin SH Karaeng Tinggi menanggapi SP2HP A2 yang dikeluarkan oleh penyidik unit Tahban Polres Gowa dengan alasan kasat Reskrim saat dikonfirmasi lewat telepon selulernya mengatakan, ada 5 kasus penyerobotan tanah di kembalikan oleh jaksa penuntut dengan petunjuk kasus penyerobotan tanah adalah kasus perdata, hal ini menurut Amiruddin Karaeng Tinggi adalah asumsi penyidik karena kasus penyerobotan tanah yang di duga dilakukan oleh dua orang oknum polisi belum tentu sama kronologis kasusnya, seharusnya demi untuk menegakkan hukum apalagi yang diduga melakukan penyerobotan tanah oknum polisi tidak dihentikan penyelidikan oleh penyidik karena ada kesalahan dan pelanggaran besar yang diduga dilakukan oknum polisi tersebut yaitu main hakim sendiri memperlihatkan contoh penegak hukum melakukan penyerobotan tanah.


Lanjut Karaeng Tinggi, selaku kontrol sosial menduga bahwa penyidik pada unit Tahban Polres Gowa dalam menangani kasus dugaan penyerobotan tanah yang di lakukan oleh oknum polisi , dinilai dan diduga pura pura tidak tahu dan diduga pura pura bodoh untuk tidak meningkatkan kasus penyerobotan tanah dari penyelidikan ke penyidikan karena alas hak pelapor bukan sertifikat hak milik, penyidik unit Tahban mengatakan alas hak sah dan kuat adalah sertifikat, sementara banyak sertifikat dibatalkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) karena palsu dan penerbitannya tidak melalui prosedur dan apabila penyidik hanya mengandalkan sertifikat sebagai alas hak sah dan kuat adalah pendapat dan asumsi yang meragukan, SP2HP A2 dikeluarkan oleh penyidik menghentikan penyelidikan kasus penyerobotan tanah tersebut maka, pada hari Jumat tanggal 10 Mei 2024 tim hukum DPP Lsm Gempa Indonesia menyurat ke Mabes Polri dan Polda untuk meminta gelar khusus perkara penyerobotan tanah yang dihentikan penyelidikannya oleh penyidik unit Tahban Polres Gowa tutupnya.




Mgi/Ridwan U

252 tampilan0 komentar
bottom of page